KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN

Jumat, 14 September 2012

Refrensi


REFRENSI
1.        Ogundipe O.O., Moody J.O., Akinyemi T.O., Raman A.(2003): Hypoglycemic potentials of methanolic extracts of selected plant foods in alloxanized mice. Plant Foods Hum Nutr.
2.        Soegondo S. Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
3.        Subroto A.(2006). VCO Dosis Tepat taklukkan penyakit. Jakarta : Penerbit Swadaya
4.        Suyono S. Diabetes Mellitus di Indonesia. Dalam : Aru W Sudoyo dkk.(editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
5.        Utami, P. (2003). Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta : penerbit Agromedia Pustaka.
6.        Wijayakusuma, H.(2002). Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia. Edisi revisi. Jakarta: Pustaka
7.         

(Suyono, 2007).
 (Fauziah, 2005).
(Azwar, 1992).
Priantono (2005)
 (Andrade-Cetto and Heinrich, 2005).



BAB II


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      Labu Siam
1.      Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah, nama asing, sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.
a.      Daerah Tumbuhan
Tanaman labu tergolong mudah ditanam. Tak heran bila wilayah tanamnya menyebar di berbagai belahan dunia, dari daerah beriklim tropis sampai subtropis. Dataran tinggi berhawa dingin maupun dataran rendah berhawa panas cocok ditanami labu. Labu siam dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 200-1000 m. (Nazaruddin, 1999)
Adaptasi labu terhadap prilaku optimal cuaca juga sangat baik. Labu tak hanya mampu berantisipasi terhadap kurangnya air di musim kemarau, melainkan juga terhadap kelebihan air di musim hujan. Labu akan tumbuh optimal pada tanah yang kering, berdrainase dan aerasi baik, gembur, serta kaya bahan organik. Tanah yang cenderung asam dengan pH 5 – 6,5 justru disukainya (Nazaruddin, 1999).
b.      Nama Daerah
Sumatera (Melayu) : Labu Siem
Jawa Barat (Sunda) : Gambas, Waluh Siam
Jawa Tengah : Labu Jipang, Waluh Jipang
Jawa Timur : Manisah
c.       Nama Asing
Sayuran ini dikenal dengan nama internasional chayote atau chajota
d.      Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Sechium
Spesies : Sechium edule Sw
(Depkes RI, 2000)
e.       Morfologi Tumbuhan
Batang : Lunak, beralur, banyak cabang, terdapat pembelit berbentuk spiral, kasap, berwarna hijau.
Daun : Tunggal, bentuk jantung, tepi bertoreh, ujung meruncing, pangkal runcing, kasap, panjang 4-25 cm, lebar 3-20 cm, tangkai panjang, pertulangan menjari, berwarna hijau.
Bunga : Majemuk, di ketiak daun, kelopak bertajuk lima, mahkota beralur, benang sari lima, kepala sari berwarna jingga, putik satu berwarna kuning.
Buah : Buni, bulat, menggantung, permukaan berlekuk, berwarna hijau keputih-putihan.
Biji : Pipih, berkeping dua, berwarna putih.
Akar : Tunggang, putih kecoklatan
(Depkes RI, 2000)
f.       Kandungan Kimia Buah Labu siam
Buah dan daun Sechium edule Sw. mengandung saponin. Di samping itu buahnya juga mengandung alkaloid dan tannin, sedangkan daunnya mengandung flavonoida dan polifenol (Depkes RI, 2000).
g.      Kegunaan Buah Labu siam
1.      Diuretik. Kandungan air pada labu siam memiliki efek diuretik yang baik sehingga melancarkan buang air kecil.
2.      Menurunkan tekanan darah. Melalui urine yang banyak terbuang akibat sifat diuretik dari labu siam, kandungan garam di dalam darah pun ikut berkurang. Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah sehingga tekanan darah akan menurun. Kandungan alkoloidnya berfungsi sebagai vasodilator. Oleh sebab itulah, labu siam bisa menurunkan darah tinggi.
3.      Buah tanaman ini baik untuk menyembuhkan gangguan sariawan, panas dalam, serta menurunkan demam pada anak-anak karena mengandung banyak air.
4.      Gangguan asam urat.
5.      Penderita diabetes melitus juga cocok mengonsumsi labu siam yang telah dikukus. Kandungan patinya mengenyangkan sehingga penderita diabetes melitus tak lagi mengonsumsi makanan pokok secara berlebihan (Anonim, 2008).
Komposisi gizi labu siam dapat dilihat pada tabel. Buah labu siam memiliki kadar serat yang cukup baik, yaitu 1,7 g per 100 g. Konsumsi serat dalam jumlah yang cukup sangat baik untuk mengatasi sembelit dan aman untuk lambung yang sensitif atau radang usus. Serat pangan dapat mengurangi risiko penyakit kanker yang disebabkan sistem pencernaan yang tidak sempurna.
Komposisi Gizi per 100 gram Labu Siam
Komposisi gizi
Kadar
Energi (kkal)
17
Protein (g)
0,82
Lemak (g)
0,13
Karbohidrat (g)
3,9
Serat (g)
1,7
Gula (g)
1,85
Kalsium (mg)
17
Besi (mg)
0,34
Magnesium (mg)
12
Fosfor (mg)
18
Kalium (mg)
125
Natrium (mg)
2
Seng (mg)
0,74
Tembaga (mg)
0,12
Mangan (mg)
0,19
Selenium (mg)
0,2
Vitamin C
7,7
Tiamin (mg)
0,03
Riboflavin (mg)
0,03
Niacin (mg)
0,47
Vitamin B6 (mg)
0,08
Folat (mkg)
93
Vitamin E (mkg)
0,12
Vitamin K (mkg)
4,6
Sumber: Anonim 2010
Kandungan asam folat pada buah labu siam juga cukup baik, yaitu 93 mkg per 100 g. Konsumsi 100 gram labu siam cukup untuk memenuhi 23,25 persen kebutuhan tubuh akan asam folat. Asam folat sangat penting bagi ibu hamil karena dapat mengurangi risiko kelahiran bayi cacat. Konsumsi asam folat yang rendah pada ibu hamil berhubungan erat dengan berat bayi lahir rendah dan kejadian neural tube defects (gangguan otak).

B.       Diabetes Melitus
1.      Definisi Diabetes
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya (Price dan Wilson, 2005).

2.      Klasifikasi Dan Diagnosis Diabetes Mellitus
a.       Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:
1.      Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2.      Diabetes Melitus tipe 2
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik (asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

3.      Diabetes Melitus tipe lain
a.       Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 atau="atau" disebut="disebut" em="em" tahun="tahun">maturity-onset diabetes of the young (
MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik  yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi insulin.
b.      Defek genetik kerja insulin
Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.
c.       Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.
d.      Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti  pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.
e.       Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin.
f.       Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.
g.      Imunologi
Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas.
h.      Sindroma genetik lain
Down’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.
4.      Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.
b.      Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
1.      Berdasarkan Glukosa Darah Plasma Vena Sewaktu
Penderita diabetes mellitus sering datang dengan keluhan klinis yang jelas seperti haus dan banyak kencing, berat badan menurun, glukosuri, bahkan kesadaran menurun sampai koma. Dengan keluhan klinis yang jelas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Apabila kadar glukosa darah sewaktu _ 200 mg/dl maka penderita tersebut sudah dapat disebut diabetes mellitus. Pada mereka ini tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa (Adam, 2000).
2.      Berdasarkan Glukosa Darah Plasma Vena Puasa dan Tes Toleransi Glukosa Oral
Tabel 1. Nilai Glukosa Plasma Puasa dan Toleransi Glukosa (Adam,2000)

Glukosa Plasma Puasa
Normal
Glukosa plasma puasa terganggu

Diabetes Mellitus
< 110 mg/dl (6,1 mmol/L)
≥110 mg/dl (6,1 mmol/L), dan < 126 mg/dl (7,0 mmol/L)

> 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral, Glukosa Plasma 2 Jam
Normal
Toleransi Glukosa Terganggu

Diabetes Mellitus
< 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
>140 mg/dl (7,8 mmol/L), dan < 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Tes Glukosa Plasma Puasa dan Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan pembebanan 75 gram glukosa setelah berpuasa minimal 10 jam.

3.      Gejala dan tanda penyakit Diabetes Mellitus
Gejala dan tanda-tanda penyakit Diabetes Mellitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan kronik (Askandar, 2002). Adapun gejala Diabetes Mellitus sebagai berikut;

a.    Gejala akut Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala penyakit Diabetas Mellitus antara penderita dengan yang lain tidaklah selalu sama. Gejala yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi dengan gejala yang lain. Bahkan ada pasien Diabetes Mellitus yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu banyak makan (Polifagia), banyak kencing (Polyuria), banyak minum (Polydipsi). Penderita akan mengalami peningkatan berat badan yang cenderung naik karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi, bila keadaan tersebut di atas tidak segera diobati, maka akan timbul gejala yang disebabkan oleh kemunduran kerja insulin dan tidak lagi polyfagia, polydipsia, polyuria (3P) lagi melainkan hanya 2 P saja yaitu nafsu makan mulai berkurang dan kadang-kadang disusul dengan mual, banyak minum, banyak kencing, mudah capai atau lelah, berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) (Askandar, 2002).

b.    Gejala Kronik Penyakit Diabetes Mellitus
Kadang-kadang pasien Diabetes Mellitus tidak menunjukkan gejala akut (mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit Diabetes Mellitus. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas, rasa tebal di kulit, kram, mudah capai, mata kabur, gatal disekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan sex menurun atau impoten, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Askandar, 2002).
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan           
5. Pruritus vulvae
6. Neurupati parietal
7. Neuropati visceral
8. Dermatopati
9. Infeksi bakteri di kulit
10. Penyakit ginjal
11. Penyakit koroner
12. Hipertensi

4.      Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Komplikasi Diabetes Mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap Diabetes Mellitus (Askandar 2002). Adapun komplikasi Diabetes Mellitus sebagai berikut (Askandar, 2002) :
a.       Komplikasi akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut Diabetes Mellitus yang paling sering adalah reaksi Hipoglikemia dan koma diabetik yaitu :
1)            Reaksi Hipoglikemia
Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda : adanya rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam keadaan Hipoglikemia, penderita harus segera diberi roti atau pisang. Apabila tidak tertolong, berilah minuman manis dari gula, satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita tidak akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan oleh kurangnya glukosa dalam darah, Koma tersebut di sebut "Koma Hipoglikemi” (Askandar, 2002).
2)            Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi dan biasanya lebih dari 600 mg /dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya pasien Diabetes Mellitus mempunyai nafsu makan yang besar), haus, minum banyak, kencing banyak, yang kemudian disusul dengan rasa mual, muntah, nafas pasien menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton, sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi, serta pasien koma diabetik harus segera dibawa ke Rumah Sakit (Askandar, 2002).
b.      Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus
Pada pasien yang lengah komplikasi Diabetes Mellitus dapat menyerang seluruh alat tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki termasuk semua alat tubuh di dalamnya. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan Diabetes Mellitus dilaksanakan dengan baik, tertib dan teratur serta pasien koma diabetik harus segera dibawa ke Rumah Sakit (Askandar, 2002).
Komplikasi kronik Diabetes Mellitus disebabkan oleh perubahan dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi atherosklerosis yang khas yaitu Mikroangiopati. Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah di seluruh tubuh yang terutama menyebabkan retinopati, glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat pula timbul infeksi kronik yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi komplikasi tersebut yaitu kardiovaskuler (Infark miokaid, insufisiensi koroner), mata (Retinopati diabetika, katarak), saraf (Neuropati diabetika), paru-paru (TBC), ginjal (Pielonefritis, glumerulosklerosis), kulit (gangren, furunkel, karbunkel, ulkus), hati (sirosis hepatitis) (PERKENI, 2002).