KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN

Sabtu, 31 Juli 2010

HEMOFILIA

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pada abad 20, para dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari havada, praktek dan tailor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkn suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan” anti- hemoplhilic globulin” di tahun 1944, povlosky, seorang dokter dari Buenos Aries, Argentina, mengerjakan suatu ujicoba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia lainya dan sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia dengan masing- masing kekurangan zat protein yang berbeda- dfaktor VII dan factor IX. Dan hal ini ditahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda.
Pada tahun 1995, usaha pendataan penderita hemofilia telah dilakukan pada beberapa tempat di Indonesia. Pada saat itu, respon yang ada sangatlah minim dan hanya ditemukan 288 kasus yang dilaporkan. Dan pada bulan februari 2002, kasus yang dilaporkan telah meningkat menjadi 530 kasus. Data-data tersebut dikumpulkan melalui yayasan hemofilia Indonesia dari berbagai sumber yang akurat. Dilaporkan dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat 93 orang pasien hemofilia A, 7 orang pasien hemofilia B dan 430 orang lainnya dirawat seperti penderita hemofilia A. perbandingan dari HBV,HCV dan HIV diantara penderita hemofilia di Indonesia adalah 17%,83% dan 0.
Di jakarta dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa, diperkirakan secara epidemiologis akan ada sekitar 1000 penderita hemofilia. Padahal pada saat ini di RSCM Jakarta hanya terdaftar sekitar 170 penderita saja. Mereka mendapatkan kemudahan pelayanan factor VIII/kriopresipitat di rumahsakit. Rendahnya pencatatan tersebut disamping kemungkinan kurang informasi, diperkirakan pula bahwa mereka tergolong hemofilia berat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah. Sel darah terbagi menjadi erotrosit yang normalnya 5000/mm3 darah dan leokosit yang normalnya 5000 sampai 10.000 permm3 darah. Terdapat sekitar 500-1000 eritrosit tiap satu lekosit. Lekosit berada dalam beberapa bentuk : eosinofil, basofil, monosit, nitrofil dan limfosit. Selain itu, dalam suspensi plasma ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit (normalnya 150.000-450.000 trombosit permm3 darah).
 Sumsum tulang
Merupakan jaringan lunak yang sangat seluler yang mengisi rongga- rongga seluler. Sumsum bisa berwarna merah dan kuning. Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah ) utama. Sedangkan sumsum kuning tersusun terutama lemak dan tidak aktif produksi elemen darah. Selama masa kanak kanak sebagian sumsum berwarna merah sesuai dengan pertambahan usia sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning namun mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan.
 Eritrosit
Sel darah merah merupakan sel gepeng yang berbentuk piringan yang berbagi tengah kedua sisinya cekung diameternya 8 µm namun sangat fleksibel.
Produksi eritrosit (eritropoesis) eritroblas muncul dari sel slem primitive dalam sumsum tulang. Eritroblas adalah sel berinti dalam proses pematangan dari sumsum tulang menimbulkan hemoglobin dan secara bertahap kehilangan intinya (retikulosit ). Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit yang sudah matang dilepas dalam sirkulasi. Dalam keadaan aritropoesis cepat retrikulasi dan sel imatur lainnya dapat dilepas dalam sirkulasi sebelum waktunya. Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen dari paru kejaringan.
 Lekosit
Lekosit merupakan unit-unit yang dapat bergerak dari system pertahanan tubuh. Lekosit dengan mudah dapat dibedakan dari eritrosit dengan adanya inti, ukuran yang besar dan perbedaan kemampuan mengikat warna. Fungsi lekosit adalah :
1) menahan invasi oleh patofgen melalui fagositosis
2) mengidentifikasi dan mengahancurkan sel-sel kanker
3) penyembihan luka dan perbaikan jaringan ; memfagositosis debrisyang berasal dari sel yang masti atau cedera
lekosit dibagi dalam dua kategori, granulosit dan sel mononuclear (agranulosit).
a) Garnulosit
­ Neutrofil, eosinofil dan basofil
­ Nucleus sel bersegmentasi menjadi beberapa lobus
­ Sitoplasma mengandung banyak granula
b) Agranulosit
­ Monosit dan limfosit
­ Memiliki nucleus besar dan tidak bersegmentasi, sedikit granula jumlah monosit lebih banyak dari limfosit
 Trombosit
Tombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2-4 µm, yang terdapat dalam sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm3 darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksa sumsum tulang (megakariosit). Produksi trombosit diatur oleh protombopoetin
Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut. Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit dan sel darah merah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lin dan membentuk tambalan atau sumbatan, yan sementara menghentikan perdarahan. Substansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengakstifasi factor pembekuan dalam plasma.
(Suzanne C.smeltzer.Brenda G.Bare,2001)
 Pembekuan darah
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah, ditranformasikan menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah. Berkuan darah tersusun terutama oleh sel-sel darah yang terperangkap dalam jarring-jaring fibrin. Fibrin dibentuk oleh protein dalam plasma melalui urutan reaksi yang kompleks.
Bahan yang turut serta dalam mekanisme pembekuan dinamakan factor pembekuan dan diberi tanda dengan angka romawi I sampai XIII, kecuali VI. Factor-faktor tersebut adalah
I. Fibrinogen : perkusor fibrin (protein polimer)
II. Protombin : perkusor dari trombin enzim proteolitik dan mungkin akselelator-akselelator dari konversi protombin lain
III. Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan activator dari protombin
IV. Kalsium dalam bentuk ion : diperlukan untuk prolaktin protombin dan pembentukan fibrin
V. Proaselerin, factor labil : suatu factor plasma yang mempercepat perubahan protombin menjadi trombin
VI. Prokonvertin, factor stabil : suatu factor serum yang mempercepat perubahan protombin
VII. Antihemophilic Globulin (AHG) : suatu factor plasma yang berkaitan dengan factor III dan factor III dan factor IX mengaktifkan protombin
VIII. Factor stuart-power : suatu factor plasma dan serum, akselelator konversi protombin
IX. Plasma Thromboplastin Antecedent (PTA) : factor plasma yang diaktifkan ooleh factor XII akselelator pembentukan trombin
X. Factor hagemen : factor plasma ; mengaktifkan PTA (XI)
XI. Faktor stabilisasi fibrin : faktor plasma, menimbulkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak laurt dalam urea

Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dalam 3 tahap dasar yaitu :
­ Pembentukan tromboplastin plasma intrinsic yang juga disebut tromboplastogenesis, dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama factor trombosit III dan factor pembekuan lain pada permukaan asing atau pada sentuhan dengan kalogen. Faktir pembekuan tersebut adalah factor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktir III dan VII
­ Perubahan protombia menjadi trombin yang dikatalisasi oleh tromboplastik factor IV, V, VII dan X.
­ Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, factor trombosit I dan II.
JALUR INTRINSIC





















Mekanisme fibrinolitik
System fibrinolitik adalah rangkaian dimana fibrin dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisisn ) menjadi produk degenerasi fibrin, menyebabkan lilies bekuan.
Dalam keadaan normal sisitem fibrinolitik darah memegang peranan penting untuk mempertahankan sisitem pembuluh darah bebas dari gumpalan fibrin, dan merupakan pelengkap system pembekuan.
















Perdarahan adalah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena, atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya komunitas pembuluh darah. Perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme yaitu :
1. kontraksi pembuluh darah
2. pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung dari besarnya kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil pada pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola atau venula dan pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdahan yang diakibatkan oleh luka yang mneganai pembuluh darah besar tidak cukup diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit. Untuk ini diperlukan pembentukan trombin dan fibrin guna memperekuat gumpalan trombosit tadi.
(Ngastiyah, 1997., price & Wilson,1995)
B. DEFINISI
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi congenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi factor VIII,IX atau XI yng ditentukan secara genetic.

Hemofilia adalah kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan salah satu faktor pembekuan darah. Hemofilia terdiri dari 2 jenis dan seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan. Untuk kewaspadaan medis, penderita hemofilia harus mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan seni yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia. (indosiar.com)
Hemifilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dari factor darah esensial untuk koagulasi (wong.donna.L,2004).
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah. Begitu dikatakan Prof Dr HS Moeslichan Mz, SpA(K), pimpinan Pusat Pelayanan Hemofilia Terpadu.
Penyakit ini diturunkan oleh melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika mendapat kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa sifat.
(www.hemofilia.or.id. ira lasmidara)
Dibawah ini menggambarkan keadaan keturunan pada kromosom jenis kelamin. Ibu yang memiliki dua kromosom X, menghasilkan sebuah sel telur yang mengandung kromosom X, ayah yang mengahsilkan satu kromosom X dan satu kromosom Y, menghasilkan sel sperma yang mengandung satu kromosom X atau Y. jika ayah menyumbangkan kromosom X-nya keturunan yang terjadi adalah anak perempuan. Jika ayah menyumbangkan kromosom Y, maka keturunan yang terjadi adalah anak laki-laki. Banyak penderita hemofilia yang terkena dampaknya.













Hemofilia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menghasilkan faktorVIII dan IX. Dan ini terjadi pada kromosom X. gambar dibawah ini memperlihatkan apa yang akan terjadi jika seorang laki- laki pemberi hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal.


Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrir ) jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia sang ayah dan semua anak laki-laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.







Dibawah ini menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang anak laki laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia.



Penyakit hemofilia A dan B bersifat heriditer, biasanya hanya terdapat pada anak laki laki, tetapi dapat diturunkan oleh wanita (bersifat sex linked recessive ) penyakit nonwillebrand bersifat autosomal, pada kedua jenis kelamin
Gangguan atau kelainan perdarahan dapat terjadi pada:
1. Gangguan pembuluh darah (Vaskulus)
Perdarahan abnormal yang tidak disebabkan oleh kelainan kelamin trombosit dan kelainan mekanisme pembekuan darah
2. Gangguan trombosit
Gangguan trombosit dapat disebabkan oleh gangguan dalam fungsi (trombopatia) atau gangguan dalam jumlah (trombositopenia). Fungsi trombosit ;
a. Menutup muka dengan jalan membentuk gumpalan trombosit pada tempet kerusakan pembuluh darah
b. Memperkuat factor pembekuan, ialah factor trombosit dan trombosteinin untuk memperkuat gumpalan trombosit disamping fibrin
c. Mengeluarkan serotonin untuk kontrkasi pembuluh darah, ADP (adenosine difosfat) untuk mempercepat pembentukan gumpalan trombosit



3. Gangguan pembekuan
a. Tahap pertama
Kekurangan factor pembekuan pada tahap pertama. Untuk mengetahui perlu pemeriksaan SPT (serum protombin time) atau PTT (parsial tromboplastin time), TGT (tromboplastin generation test). Bila terdapat kekurangan factor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normalnya lebih dari 40 detik ) PTT atau TGT memanjang atau abnormal
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama pada tahap penyakit hemofilia A, B, dan penyakit fon willebrand.
b. Tahap kedua
Gangguan ini ditemukn dengan pemeriksaan PTT jika pembekuan pertama normal, tromboblastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik berarti bahwa pembekuan tahap kedua (II, V, VII dan X )kurang.
c. Tahap ketiga
Gangguan tahap ketiga biasanya karena kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan fibrinogen dapat dilakukan secara kualitatif dilakukan dengan menentukan thrombin time, jika memanjang (normal < 15-20 detik) berarti terdapat hipofibrinogenemia, dan kuantitatif dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma (normal 250-350 mg%)
(Ngastiyah, 1997 )
Hemofilia A dan B
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :
• Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah
• Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah


Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama
• Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada
• Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Bagaimana ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi?
• Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2).
Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.


1. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
3. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
4. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
(© Copyright Indonesian Hemophilia Society - 2007 Created By Gugun )
Tingkatan Hemofilia
Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah
Berat Kurang dari 1% dari jumlah normalnya
Sedang 1% - 5% dari jumlah normalnya
Ringan 5% - 30% dari jumlah normalnya
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
© Copyright Indonesian Hemophilia Society - 2007 Created By Gugun

C. ETIOLOGI
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan keturunan yaitu:
1. hemofilia A disebabkan karena kekurangan factor VIII
2. hemofilia B disebabkan karena factor IX. Factor IX diproduksi oleh hati dan merupakan salah satu factor pembekuan dependen vitamin K
3. penyakit von Willebrand disebabkan karena adanya defisiensi factor VIIIVWF dan factor VIIIAHG, serta gangguan adhesi trombosit.
(Price,Sylvia A & Wilson,1995)
Mula-mula penyakit von willebrand dimasukan dalam gangguan pembuluh darah, tetapi dalam penyelidikan selanjutnya ternyata bahwa dasaranya ialah kekurangan factor VIII dan suatu factor dalam plasma yang ,menyebabkan kegagalan dalam pembentukan gumpalan trombosit karena trombosit kehilangan daya adesinya. Pada beberapa kasus ditemukan pula defisiensi factor IX atau XI.
(ngastiyah,1997)



D. MANIFESTASI KLINIS
­ Masa bayi (untuk diagnosis)
1) Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
2) Ekimosi subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
3) Hematoma besar setelah infeksi
4) Perdarahan dari mukosa oral
5) Perdarahan jaringan lunak
­ Episode perdarahan (selama rentang hidup)
1) Gejala awal yaitu nyeri
2) Setelah nyeri, bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
­ Sekuela jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.

E. KOMPLIKASI
1. Artropati progresif, melumpuhkan
2. Kontraktur otot
3. Paralisis
4. Perdarahan intracranial
5. Hipertensi
6. Kerusakan ginjal
7. Splenomegali
8. Acquired Immunodefisiency Syndrome (HIV)
9. Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap factor VIIIdan IX
10. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
11. Anemia hemolitik
12. Trombosis atau tromboembolisme




F. PATOFISIOLOGI
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIIIantihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta factor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga factor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingakt yang lebih cepat. Defisiensi factor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tiadk memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi factor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand
Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian . perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis.
(wong,donna l.,2001.& price & Wilson,1995)



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 uji laboratorium dan diagnostic'
1. uji skrining untuk koagulasi darah
a. jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. masa protomsin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi instrinsik)
d. assays fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. masa pembekaun trombin (normalnya 10-13 detik)
2. APTT/masa pembekuan memanjang
3. PPT (Plasma Prothrombin Time) normal
4. SPT (Serum Prothrombin Time) pendek
5. Kadar fibrinogen normal
6. Retraksi bekuan baik
(Hanny Wijaya, 2006)
7. biopsy hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur
8. uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase (SPGT),SGOT, fosfilipase alkali, bilirubin)
 laboratorium
a. hemofili A
kelainan laboratorium terdapat pada uji koagulasi dan menggambarkan defisiensi serius factor VIII. PTT amat memanjang jumlah trombosit waktu perdarahan dan waktu tromtobin adalah normal pemeriksaan pecampuran bersama plasma normal menunjukan koreksi dari PTT.
b. hemofilia B
waktu tromblastin parsial (PTT ) bisanya memanjang waktu perdarahan dari PT normal pengukuran factor IX spesifik perlu untuk meredakan dengan hemofilia A dan untuk menentukan tingkat keparahan defek ini.
c. penyakit von willebrand
waktu perdarahan memanjang pada semua sindrom von willebrand hitung trombosit dan waktu promtombinnormal. PTT mungkin normal tetapi biasanya memanjang ringan sampai sedang. Penderita tipe I mempunyai kadar plasma protein von willebrandv menurun aktifitas factor VIII menurun.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada tatalaksana umum perlu dihindari trauma. Pada masa bayi, lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar, perkenalkan dengan aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat yang mempernagruhi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan seperti aspirin dll. Karena anak dengan hemofilia berat mengalami pemajanan dengan berbagai produk darah seumur hidup, mereka harus diimunisasi untuk hepatitis B dan vaksin dapat diberikan pada masa neonatus.
(arief manjoer dkk,2000)
Hemofilia A
1. Transfusi faktor VIII : preparat berupa fresh pooled plasma, fresh frozen plasma, cryoprecipitate atau AHF concentrate.
Patokan terapi (bila tersedia fasilitas) kurang lebih sebagai berikut :
Macam perdarahan
Kadar F.VIII sampai (%) Dosis unit/kg bb per 12 jam Terapi pelengkap
Spontan dalam sendi, otot




Hematuria




Hematoma di tempat berbahaya



Tindakan gigi :
ekstraksi 1 gigi


Ekstraksi multiple


Operasi besar, trauma kepala, kecelakaan berat


Pasien dengan inhibitor F.VIII 40-50




40-50




60-80




20-30



40-50


100-150
20-25 (2-3 hari)




20-25
(sp gross hematuri menghilang)



30-40
(5-7 hari)



10-15 (1 hari)



20-25 (1-3 hari)


50-75


Human AHF concentrate dosis tinggi, proplex (faktor II, VIII, IX, X) AHF sapi/babi Prednison
2 mg/kg bb/hari (1x)
1 mg/kg bb/hari (x2)
Immobilisasi

Prednison
2 mg/kg bb/hari (1x)
1 mg/kg bb/hari (x2)
(EACA kontraindikasi)
Fisioterapi jika ada gangguan saraf oleh karena tekanan


Perawatan gigi profilaktik EACA 100 mg/kg bb/hari/6 jam (7 hari)

Kumur antiseptik


Skrining inhibitor, assay F.VIII tiap jam (ideal)

Siklofosfamid iv atau oral, plasmapheresis

Keterangan :
EACA = aminocaproic acid

2. Transfusi darah/plasma segar efek preparat AHF kurang memuaskan.
3. Kortikosteroid : mengurangi kebutuhan faktor VIII, meningkatkan resistensi kapiler dan mengurangi reaksi radang. Dapat diberikan pada hematuria.
4. Pencegahan perdarahan : pasien hemofilia klasik seharusnya selalu mendapat AHF sebagai profilaksis. Dosis AHF 20 unit/kg bb/tiap 48 jam akan mempertahankan kadar faktor VIII diatas 1% sehingga perdarahan spontan terhindarkan.

Hemofilia B
­ Transfusi preparat PPSB (mengandung protrombin/F.II, proconvertin/F.VIII, Stuart faktor/F.X dan antihemofilia B/F.I
­ Dosis : patokan dosis untuk faktor VIII dapat digunakan untuk hemofilia B (defisiensi faktor IX).
­ Dosis profilasis 10 unit/kg BB (2 kali seminggu).
(Hanny Wijaya, 2006)
 Pengobatan
1. hemofilia A
Tranfusi darah, pemberian plasma normal, kriopresipitat, konsetrat factor VIII, sinovektomi sendi lutut
(IKA FKUI,1985)
Pada hemofilia A, diberikan infuse kriopesipitat yang mengandung 8-100 unti factor VIII setiap kantongny, karena waktu paruh factor VIII adalah 12 jam maka dosis harus diberikan paling sedikit dengan interval 12 jam samapai perdarahan berhenti dan keadaan penderita stabil. (price,Sylvia A & Wilson,1995)
2. hemofilia B
seperti pada hemofilia A dan diganti dengan konsentrat factor IX.
(FKUI,1985)
Pada defisiensi factor IX yang memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma/konsentrat factor IX (konyene/proplex) yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti.
(price,Sylvia A,1995)
3. penyakit von willebrand
terapi terdiri dari penggantian factor van willebrand dengan mengguanakan kriopresipitat. Dosis yang dianjurkan adalah 2-4 kantong kriopesipitat/10 kg, yang dapat diulangi tiap 12-24 jam tergantung pada episode perdarahan yang terapi atau dicegah. Penderita pada tipe ringan sampai sedang yang mengalami manifestasi perdarahan ringan (seperti, epitaksis) atau yang mengalami tindakan bedah tertentu (misalnya, ekstraksi gigi) dapat diberi DDAVP seperti pada hemofilia A.

Pengobatan
Pengobatan pokok dari hemofilia adalah pemberian Faktor VIII terhadap penderita hemofilia A, dan Faktor IX pada hemofilia B. ''Dengan adanya perkembangan teknologi, sudah ada Faktor VIII konsentrat yang bisa dibawa ke mana-mana dan dipakai dengan cara disuntik,'' lanjut Moeslichan.
Selain obat suntik, alternatif lain untuk menanggulangi hemofilia adalah pemberian transfusi rutin seperti krioprespitat-AHF untuk penderita hemofilia A, dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Obat maupun transfusi harus diberikan secara rutin tiap tujuh sampai 10 hari sekali. Mengobati hemofilia memang membutuhkan biaya besar. Dan ini dilakukan seumur hidup. ''Namun jika ditolong, mereka bisa berprestasi dan tidak cacat.'' Sebaliknya, tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hidup hingga dewasa.
Seperti halnya penyakit lain, hemofilia pun bisa menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang mungkin timbul pada hemofilia adalah timbulnya inhibitor seperti dialami Yudistira. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat Faktor VIII atau Faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Komplikasi lainnya adalah kerusakan sendi akibat perdarahan berulang, serta infeksi yang ditularkan oleh darah (lewat transfusi) seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C.
(www.hemofilia.or.id. ira lasmidara)





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN HEMOFILIA
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan penyakit ini dapat timbul saat :
o Lahir : perdarahan lewat tali pusat.
o Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat belajar berjalan.
o Ada riwayat timbulnya ”biru-biru” bila terbentur (perdarahan abnormal).
b. Pemeriksaan fisik
Adanya perdarahan yang dapat berupa :
o hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
o hemarthrosis
o sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu.
(Hanny Wijaya, 2006)
c. Lakukan pengkajian neurologi
a. Kaji klien terhadap perilaku verbal dan non verbal yang mengindikasikan nyeri
b. Dapatkan riwayat kesehatan khususnya mengenai bukti penyakit pada pria
c. Observasi adanya manifestasi hemofilia:
­ Perdarahan yang berkepanjangan dimana saja dari atau didalam tubuh
­ Hemorogi karena troma misalnya kehilangan gizi desidua, sirkumsisi, terpotiong, eptistaksis, injeksi.
­ Memar berlebih karena cedera ringan, seperti jatuh
­ Hemoragi subkutan dan intramuskuler
­ Hemorstatis (perdarahan karena rongga sendi ) khususnya lutut, pergelangan kaki dan siku
­ Hematoma, nyeri, bengkak, dan gerakan terbatas
­ Hamaturi spontan
d. Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktifitas perawatan diri kaji tingkat perkembangan klien
e. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengkajian misalnya tes koagulasi penentuan faktor defisiensi khususnya pengujian DNA
f. Kaji kesiapan klien dan pemulangan dan kemampuan melaksanaan program pengobatan dirumah.

2. Diagnose
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan pergerakan sendi. Diharapkan pasien menunjukkan penurunan nyeri dan gangguan pergerakan sendi hilang dengan kriteria hasil sebagai berikut :
1. Menunjukkan sikap rileks.
2. Wajah pasien tidak menyeringai.
3. Mampu istirahat/tidur dengan baik. Mandiri
• Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10).
• Dorong pasien untuk menyatakan masalah.


• Berikan tindakan menyamanan, mis: pijat punggung, perubahan posisi.
• Dorong menggunakan teknik relaksasi, mis : bimbing imajinasi, visualisasi.
• Berikan obat sesuai indikasi, mis: narkotik,analgesik.
• Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyaman.

• Menurunkan ansietas/takut dapat meningkatkan relaksasi.
• Mencegah ketidak nyamanan, menurunkan ketegangan otot.
• Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian.
• Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyaman.
2. Syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan darah berlebih. Diharapkan pasien dapat mengidentifikasi faktor kehilangan darah dengan kriteria hasil:
1. Mengidentifikasi faktor resiko individual dan intervensi yang tepat.
2. Melakukan pola hidup prilaku untuk mencegeh terjadinya defisiensi volume cairan. Mandiri
• Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung.

• Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.
Kolaborasi
• Berikan cairan IV sesuai indikasi.

• Awasi pemeriksaan laboratorium, mis: trombosit, Hb/Ht, pembekuan.









• Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
• Perubahan dapat menunjukan efek hipovolemia (perdarahan)
• Indikator langsung status cairan.



• Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit.
• Bila jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm (sehubungan dengan proliferasi SDM/supresi sumsum tulang sekunder terhadap obat anti neoplastik). Pasien cenderung pendarahan spontan yang mengancam haidup, penurunan Hb/Ht indikatif pendarahan (mungkin samar).
• Memperbaiki/menormrlkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen untuk memperbaiki anemia, berguna untuk mencegah/mengobati pendarahan.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai darah kejaringan tidak adekuat. Diharapkan pasien menunjukkan peningkatan suplai darah kejaringan normal dengan kriteria hasil sebagai berikut :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Kapiler refill kurang dari 3 detik.
3. Akral hangat.
4. Tidak terdapat sianosis. Mandiri
• Catat perubahan dalam tingkat kesadaran keluhan sakit kepala, pusing, terjadinya defisit sensor/motor
• Pantau tanda vital. Catat kehangatan, pengisian kapiler.


• Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh.


Kolaborasi
• Awasi pemeriksaan laboratorium mis: Hb/Ht dan jumlah SDM.

• Berikan SDM darah lengkap, produk darah sesuai indikasi.Awasi ketat untuk komplikasi transfuse.
• Perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi pada SSP akibat iskemia atau infark.


• Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
• Mencegah vasokontriksi, membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perkusi.

• Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
• Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.

4. Resti infeksi HIV dan Hepatitis berhubungan dengan tranfusi faktor VIII / IX (AHF). Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien diharapkan dapat :
1. Memahami faktor-faktor resiko dari tranfusi.
2. Meminimalkan terjadinya penularan HIV Mandiri
• Pantau tanda-tanda vital, kaji tingkat kesadaran.


• Gunakan tindakan pencegahan terhadap darah/cairan tubuh sesuai kebutuhan.





• Pastikan status kesehatan anggota keluarga saat ini dalam hubungannya dengan pasien.
• Kaji integritas dan karakter kulit, bantu sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh dan oral, sediakan pakaian yang bersih dan spatu yang memadai.

Kolaborasi
• Ulangi studi laboratorium, mis : elisa/western blood
• Tanda-tanda abnormal, termasuk demam dapat menjadi indikasi munculnya infeksi.

• Lindungi pemberian perawatan dari kontaminasi yang mungkin terjadi dan yang mungkin disebabka oleh virus penyakit penyebab infeksi seperti hepatitis dan HIV.
• Memajankan pasien pada penyakit hepatitis dan HIV.


• Mempertahankan integritas kulit, membutuhkan kebersihan.Jika terjadi mungkin membutuhakn perawatan untuk mencegah infeksi.



• Mengidentifikasi komplikasi jika penggunaan tranfusi darah melalui IV terjadi HIV dan Hepatitis.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya edma. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien diharapkan dapat :
1. Mempertahankan integritas kulit.
2. Tidak ada edema. Mandiri
• Kaji warna, ukuran dan kondisi sekitar edema.
• Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi,atau kegemukan/kurus.
• Ubah posisi sesering mungkin di tempat tidur atau dikursi, bantu rentang gerak pasif/aktif.


• Berikan perawatan kulit sesering mungkin, meminimalkan dengan kelembaban / ekskresi.
• Periksa sepatu kesempitan/sendal dan ubah sesuai kebutuhan.
• Memberikan inforasi dasar tentang penanganan kulit.
• Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi.

• Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.


• Terlalu kering/lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan.


• Edema dependen dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.



Glosgow pediatric coma scale
(GPCS)
A. Buka mata
­ Spontan 4
­ Dengan perintah 3
­ Dengan rangsang nyeri 2
­ Tidak ada respon 1
B. Respon motorik
­ Menurut perintah 6
­ Reaksi setempat/ tunjuk lokasi 5
­ Withdrawal refleks/ fleksi 4
­ Fleksi abnormal 3
­ Ekstensi 2
­ Tidak ada respons 1
C. Respon ferbal
­ Orientasi baik 5
­ Disorientasi/ bicara kacau 4
­ Kata-kata tidak tersusun 3
­ Suara saja 2
­ Tidak ada respon 1
D. Respon pupil terhadap cahaya
­ Normal 5
­ Lambat 4
­ Respon tidak simetris 3
­ Besar tidk sama 2
­ Tidak ada respon 1
E. Refleks saraf otak tertentu
­ Semua ada 5
­ Refleks bulu mata (-) 4
­ Refleks kornea (-) 3
­ Doll’s eye (-) 2
­ Refleks cranial (-) 1
F. Kejang
­ Tidak ada 5
­ Kejang fokal 4
­ Umum, intermitten 3
­ Umum, kontinyu 2
­ Flaksid 1
G. Nafas spontan
­ Normal 5
­ Periodic 4
­ Hiperventilasi sentral 3
­ Irregular/ hipoventilasi 2
­ Apnue 1
Nilai rendah- tertinggi= 7 s
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang btersuspensi dalam plasma darah. Sel darah terbagi atas eritrosit yang normalnya 5000 per mm3 darah dan leukosit yang normalnya 5000 sampai 10000 per mm3 darah. Trombosit berperan penting dalam mengontrol pendarahan.
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit hemofilia A dan B dan penyakit von willebrand. Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi heriditer dari factor darah esensial untuk koagulasi.
Masalah keperawatan yang dapat muncul pada anak yang menderita hemofilia adalah:
1. gangguan perfusi jaringan berhubungan suplai darah kejaringan tidak adekuat
2. nyeri brhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi
3. resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan reflek hemoragi dalam sendi dan jaringan lain
4. kecemasan pada anak berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi)
5. perubahan pola asuh ortu berhubungan dengan merawat anak di RS
6. resiko tinggi gangguan tumbang pada anak berhubungan dengan hospitalisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar