KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN

Sabtu, 31 Juli 2010

HEMOFILIA

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pada abad 20, para dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari havada, praktek dan tailor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkn suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan” anti- hemoplhilic globulin” di tahun 1944, povlosky, seorang dokter dari Buenos Aries, Argentina, mengerjakan suatu ujicoba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia lainya dan sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia dengan masing- masing kekurangan zat protein yang berbeda- dfaktor VII dan factor IX. Dan hal ini ditahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda.
Pada tahun 1995, usaha pendataan penderita hemofilia telah dilakukan pada beberapa tempat di Indonesia. Pada saat itu, respon yang ada sangatlah minim dan hanya ditemukan 288 kasus yang dilaporkan. Dan pada bulan februari 2002, kasus yang dilaporkan telah meningkat menjadi 530 kasus. Data-data tersebut dikumpulkan melalui yayasan hemofilia Indonesia dari berbagai sumber yang akurat. Dilaporkan dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat 93 orang pasien hemofilia A, 7 orang pasien hemofilia B dan 430 orang lainnya dirawat seperti penderita hemofilia A. perbandingan dari HBV,HCV dan HIV diantara penderita hemofilia di Indonesia adalah 17%,83% dan 0.
Di jakarta dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa, diperkirakan secara epidemiologis akan ada sekitar 1000 penderita hemofilia. Padahal pada saat ini di RSCM Jakarta hanya terdaftar sekitar 170 penderita saja. Mereka mendapatkan kemudahan pelayanan factor VIII/kriopresipitat di rumahsakit. Rendahnya pencatatan tersebut disamping kemungkinan kurang informasi, diperkirakan pula bahwa mereka tergolong hemofilia berat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah. Sel darah terbagi menjadi erotrosit yang normalnya 5000/mm3 darah dan leokosit yang normalnya 5000 sampai 10.000 permm3 darah. Terdapat sekitar 500-1000 eritrosit tiap satu lekosit. Lekosit berada dalam beberapa bentuk : eosinofil, basofil, monosit, nitrofil dan limfosit. Selain itu, dalam suspensi plasma ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit (normalnya 150.000-450.000 trombosit permm3 darah).
 Sumsum tulang
Merupakan jaringan lunak yang sangat seluler yang mengisi rongga- rongga seluler. Sumsum bisa berwarna merah dan kuning. Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah ) utama. Sedangkan sumsum kuning tersusun terutama lemak dan tidak aktif produksi elemen darah. Selama masa kanak kanak sebagian sumsum berwarna merah sesuai dengan pertambahan usia sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning namun mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan.
 Eritrosit
Sel darah merah merupakan sel gepeng yang berbentuk piringan yang berbagi tengah kedua sisinya cekung diameternya 8 µm namun sangat fleksibel.
Produksi eritrosit (eritropoesis) eritroblas muncul dari sel slem primitive dalam sumsum tulang. Eritroblas adalah sel berinti dalam proses pematangan dari sumsum tulang menimbulkan hemoglobin dan secara bertahap kehilangan intinya (retikulosit ). Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit yang sudah matang dilepas dalam sirkulasi. Dalam keadaan aritropoesis cepat retrikulasi dan sel imatur lainnya dapat dilepas dalam sirkulasi sebelum waktunya. Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen dari paru kejaringan.
 Lekosit
Lekosit merupakan unit-unit yang dapat bergerak dari system pertahanan tubuh. Lekosit dengan mudah dapat dibedakan dari eritrosit dengan adanya inti, ukuran yang besar dan perbedaan kemampuan mengikat warna. Fungsi lekosit adalah :
1) menahan invasi oleh patofgen melalui fagositosis
2) mengidentifikasi dan mengahancurkan sel-sel kanker
3) penyembihan luka dan perbaikan jaringan ; memfagositosis debrisyang berasal dari sel yang masti atau cedera
lekosit dibagi dalam dua kategori, granulosit dan sel mononuclear (agranulosit).
a) Garnulosit
­ Neutrofil, eosinofil dan basofil
­ Nucleus sel bersegmentasi menjadi beberapa lobus
­ Sitoplasma mengandung banyak granula
b) Agranulosit
­ Monosit dan limfosit
­ Memiliki nucleus besar dan tidak bersegmentasi, sedikit granula jumlah monosit lebih banyak dari limfosit
 Trombosit
Tombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2-4 µm, yang terdapat dalam sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm3 darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksa sumsum tulang (megakariosit). Produksi trombosit diatur oleh protombopoetin
Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut. Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit dan sel darah merah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lin dan membentuk tambalan atau sumbatan, yan sementara menghentikan perdarahan. Substansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengakstifasi factor pembekuan dalam plasma.
(Suzanne C.smeltzer.Brenda G.Bare,2001)
 Pembekuan darah
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah, ditranformasikan menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah. Berkuan darah tersusun terutama oleh sel-sel darah yang terperangkap dalam jarring-jaring fibrin. Fibrin dibentuk oleh protein dalam plasma melalui urutan reaksi yang kompleks.
Bahan yang turut serta dalam mekanisme pembekuan dinamakan factor pembekuan dan diberi tanda dengan angka romawi I sampai XIII, kecuali VI. Factor-faktor tersebut adalah
I. Fibrinogen : perkusor fibrin (protein polimer)
II. Protombin : perkusor dari trombin enzim proteolitik dan mungkin akselelator-akselelator dari konversi protombin lain
III. Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan activator dari protombin
IV. Kalsium dalam bentuk ion : diperlukan untuk prolaktin protombin dan pembentukan fibrin
V. Proaselerin, factor labil : suatu factor plasma yang mempercepat perubahan protombin menjadi trombin
VI. Prokonvertin, factor stabil : suatu factor serum yang mempercepat perubahan protombin
VII. Antihemophilic Globulin (AHG) : suatu factor plasma yang berkaitan dengan factor III dan factor III dan factor IX mengaktifkan protombin
VIII. Factor stuart-power : suatu factor plasma dan serum, akselelator konversi protombin
IX. Plasma Thromboplastin Antecedent (PTA) : factor plasma yang diaktifkan ooleh factor XII akselelator pembentukan trombin
X. Factor hagemen : factor plasma ; mengaktifkan PTA (XI)
XI. Faktor stabilisasi fibrin : faktor plasma, menimbulkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak laurt dalam urea

Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dalam 3 tahap dasar yaitu :
­ Pembentukan tromboplastin plasma intrinsic yang juga disebut tromboplastogenesis, dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama factor trombosit III dan factor pembekuan lain pada permukaan asing atau pada sentuhan dengan kalogen. Faktir pembekuan tersebut adalah factor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktir III dan VII
­ Perubahan protombia menjadi trombin yang dikatalisasi oleh tromboplastik factor IV, V, VII dan X.
­ Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, factor trombosit I dan II.
JALUR INTRINSIC





















Mekanisme fibrinolitik
System fibrinolitik adalah rangkaian dimana fibrin dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisisn ) menjadi produk degenerasi fibrin, menyebabkan lilies bekuan.
Dalam keadaan normal sisitem fibrinolitik darah memegang peranan penting untuk mempertahankan sisitem pembuluh darah bebas dari gumpalan fibrin, dan merupakan pelengkap system pembekuan.
















Perdarahan adalah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena, atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya komunitas pembuluh darah. Perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme yaitu :
1. kontraksi pembuluh darah
2. pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung dari besarnya kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil pada pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola atau venula dan pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdahan yang diakibatkan oleh luka yang mneganai pembuluh darah besar tidak cukup diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit. Untuk ini diperlukan pembentukan trombin dan fibrin guna memperekuat gumpalan trombosit tadi.
(Ngastiyah, 1997., price & Wilson,1995)
B. DEFINISI
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi congenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi factor VIII,IX atau XI yng ditentukan secara genetic.

Hemofilia adalah kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan salah satu faktor pembekuan darah. Hemofilia terdiri dari 2 jenis dan seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan. Untuk kewaspadaan medis, penderita hemofilia harus mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan seni yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia. (indosiar.com)
Hemifilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dari factor darah esensial untuk koagulasi (wong.donna.L,2004).
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah. Begitu dikatakan Prof Dr HS Moeslichan Mz, SpA(K), pimpinan Pusat Pelayanan Hemofilia Terpadu.
Penyakit ini diturunkan oleh melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika mendapat kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa sifat.
(www.hemofilia.or.id. ira lasmidara)
Dibawah ini menggambarkan keadaan keturunan pada kromosom jenis kelamin. Ibu yang memiliki dua kromosom X, menghasilkan sebuah sel telur yang mengandung kromosom X, ayah yang mengahsilkan satu kromosom X dan satu kromosom Y, menghasilkan sel sperma yang mengandung satu kromosom X atau Y. jika ayah menyumbangkan kromosom X-nya keturunan yang terjadi adalah anak perempuan. Jika ayah menyumbangkan kromosom Y, maka keturunan yang terjadi adalah anak laki-laki. Banyak penderita hemofilia yang terkena dampaknya.













Hemofilia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menghasilkan faktorVIII dan IX. Dan ini terjadi pada kromosom X. gambar dibawah ini memperlihatkan apa yang akan terjadi jika seorang laki- laki pemberi hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal.


Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrir ) jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia sang ayah dan semua anak laki-laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.







Dibawah ini menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang anak laki laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia.



Penyakit hemofilia A dan B bersifat heriditer, biasanya hanya terdapat pada anak laki laki, tetapi dapat diturunkan oleh wanita (bersifat sex linked recessive ) penyakit nonwillebrand bersifat autosomal, pada kedua jenis kelamin
Gangguan atau kelainan perdarahan dapat terjadi pada:
1. Gangguan pembuluh darah (Vaskulus)
Perdarahan abnormal yang tidak disebabkan oleh kelainan kelamin trombosit dan kelainan mekanisme pembekuan darah
2. Gangguan trombosit
Gangguan trombosit dapat disebabkan oleh gangguan dalam fungsi (trombopatia) atau gangguan dalam jumlah (trombositopenia). Fungsi trombosit ;
a. Menutup muka dengan jalan membentuk gumpalan trombosit pada tempet kerusakan pembuluh darah
b. Memperkuat factor pembekuan, ialah factor trombosit dan trombosteinin untuk memperkuat gumpalan trombosit disamping fibrin
c. Mengeluarkan serotonin untuk kontrkasi pembuluh darah, ADP (adenosine difosfat) untuk mempercepat pembentukan gumpalan trombosit



3. Gangguan pembekuan
a. Tahap pertama
Kekurangan factor pembekuan pada tahap pertama. Untuk mengetahui perlu pemeriksaan SPT (serum protombin time) atau PTT (parsial tromboplastin time), TGT (tromboplastin generation test). Bila terdapat kekurangan factor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normalnya lebih dari 40 detik ) PTT atau TGT memanjang atau abnormal
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama pada tahap penyakit hemofilia A, B, dan penyakit fon willebrand.
b. Tahap kedua
Gangguan ini ditemukn dengan pemeriksaan PTT jika pembekuan pertama normal, tromboblastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik berarti bahwa pembekuan tahap kedua (II, V, VII dan X )kurang.
c. Tahap ketiga
Gangguan tahap ketiga biasanya karena kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan fibrinogen dapat dilakukan secara kualitatif dilakukan dengan menentukan thrombin time, jika memanjang (normal < 15-20 detik) berarti terdapat hipofibrinogenemia, dan kuantitatif dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma (normal 250-350 mg%)
(Ngastiyah, 1997 )
Hemofilia A dan B
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :
• Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah
• Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah


Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama
• Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada
• Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Bagaimana ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi?
• Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2).
Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.


1. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
3. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
4. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
(© Copyright Indonesian Hemophilia Society - 2007 Created By Gugun )
Tingkatan Hemofilia
Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah
Berat Kurang dari 1% dari jumlah normalnya
Sedang 1% - 5% dari jumlah normalnya
Ringan 5% - 30% dari jumlah normalnya
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
© Copyright Indonesian Hemophilia Society - 2007 Created By Gugun

C. ETIOLOGI
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan keturunan yaitu:
1. hemofilia A disebabkan karena kekurangan factor VIII
2. hemofilia B disebabkan karena factor IX. Factor IX diproduksi oleh hati dan merupakan salah satu factor pembekuan dependen vitamin K
3. penyakit von Willebrand disebabkan karena adanya defisiensi factor VIIIVWF dan factor VIIIAHG, serta gangguan adhesi trombosit.
(Price,Sylvia A & Wilson,1995)
Mula-mula penyakit von willebrand dimasukan dalam gangguan pembuluh darah, tetapi dalam penyelidikan selanjutnya ternyata bahwa dasaranya ialah kekurangan factor VIII dan suatu factor dalam plasma yang ,menyebabkan kegagalan dalam pembentukan gumpalan trombosit karena trombosit kehilangan daya adesinya. Pada beberapa kasus ditemukan pula defisiensi factor IX atau XI.
(ngastiyah,1997)



D. MANIFESTASI KLINIS
­ Masa bayi (untuk diagnosis)
1) Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
2) Ekimosi subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
3) Hematoma besar setelah infeksi
4) Perdarahan dari mukosa oral
5) Perdarahan jaringan lunak
­ Episode perdarahan (selama rentang hidup)
1) Gejala awal yaitu nyeri
2) Setelah nyeri, bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
­ Sekuela jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.

E. KOMPLIKASI
1. Artropati progresif, melumpuhkan
2. Kontraktur otot
3. Paralisis
4. Perdarahan intracranial
5. Hipertensi
6. Kerusakan ginjal
7. Splenomegali
8. Acquired Immunodefisiency Syndrome (HIV)
9. Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap factor VIIIdan IX
10. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
11. Anemia hemolitik
12. Trombosis atau tromboembolisme




F. PATOFISIOLOGI
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIIIantihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta factor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga factor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingakt yang lebih cepat. Defisiensi factor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tiadk memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi factor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand
Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian . perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis.
(wong,donna l.,2001.& price & Wilson,1995)



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 uji laboratorium dan diagnostic'
1. uji skrining untuk koagulasi darah
a. jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. masa protomsin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi instrinsik)
d. assays fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. masa pembekaun trombin (normalnya 10-13 detik)
2. APTT/masa pembekuan memanjang
3. PPT (Plasma Prothrombin Time) normal
4. SPT (Serum Prothrombin Time) pendek
5. Kadar fibrinogen normal
6. Retraksi bekuan baik
(Hanny Wijaya, 2006)
7. biopsy hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur
8. uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase (SPGT),SGOT, fosfilipase alkali, bilirubin)
 laboratorium
a. hemofili A
kelainan laboratorium terdapat pada uji koagulasi dan menggambarkan defisiensi serius factor VIII. PTT amat memanjang jumlah trombosit waktu perdarahan dan waktu tromtobin adalah normal pemeriksaan pecampuran bersama plasma normal menunjukan koreksi dari PTT.
b. hemofilia B
waktu tromblastin parsial (PTT ) bisanya memanjang waktu perdarahan dari PT normal pengukuran factor IX spesifik perlu untuk meredakan dengan hemofilia A dan untuk menentukan tingkat keparahan defek ini.
c. penyakit von willebrand
waktu perdarahan memanjang pada semua sindrom von willebrand hitung trombosit dan waktu promtombinnormal. PTT mungkin normal tetapi biasanya memanjang ringan sampai sedang. Penderita tipe I mempunyai kadar plasma protein von willebrandv menurun aktifitas factor VIII menurun.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada tatalaksana umum perlu dihindari trauma. Pada masa bayi, lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar, perkenalkan dengan aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat yang mempernagruhi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan seperti aspirin dll. Karena anak dengan hemofilia berat mengalami pemajanan dengan berbagai produk darah seumur hidup, mereka harus diimunisasi untuk hepatitis B dan vaksin dapat diberikan pada masa neonatus.
(arief manjoer dkk,2000)
Hemofilia A
1. Transfusi faktor VIII : preparat berupa fresh pooled plasma, fresh frozen plasma, cryoprecipitate atau AHF concentrate.
Patokan terapi (bila tersedia fasilitas) kurang lebih sebagai berikut :
Macam perdarahan
Kadar F.VIII sampai (%) Dosis unit/kg bb per 12 jam Terapi pelengkap
Spontan dalam sendi, otot




Hematuria




Hematoma di tempat berbahaya



Tindakan gigi :
ekstraksi 1 gigi


Ekstraksi multiple


Operasi besar, trauma kepala, kecelakaan berat


Pasien dengan inhibitor F.VIII 40-50




40-50




60-80




20-30



40-50


100-150
20-25 (2-3 hari)




20-25
(sp gross hematuri menghilang)



30-40
(5-7 hari)



10-15 (1 hari)



20-25 (1-3 hari)


50-75


Human AHF concentrate dosis tinggi, proplex (faktor II, VIII, IX, X) AHF sapi/babi Prednison
2 mg/kg bb/hari (1x)
1 mg/kg bb/hari (x2)
Immobilisasi

Prednison
2 mg/kg bb/hari (1x)
1 mg/kg bb/hari (x2)
(EACA kontraindikasi)
Fisioterapi jika ada gangguan saraf oleh karena tekanan


Perawatan gigi profilaktik EACA 100 mg/kg bb/hari/6 jam (7 hari)

Kumur antiseptik


Skrining inhibitor, assay F.VIII tiap jam (ideal)

Siklofosfamid iv atau oral, plasmapheresis

Keterangan :
EACA = aminocaproic acid

2. Transfusi darah/plasma segar efek preparat AHF kurang memuaskan.
3. Kortikosteroid : mengurangi kebutuhan faktor VIII, meningkatkan resistensi kapiler dan mengurangi reaksi radang. Dapat diberikan pada hematuria.
4. Pencegahan perdarahan : pasien hemofilia klasik seharusnya selalu mendapat AHF sebagai profilaksis. Dosis AHF 20 unit/kg bb/tiap 48 jam akan mempertahankan kadar faktor VIII diatas 1% sehingga perdarahan spontan terhindarkan.

Hemofilia B
­ Transfusi preparat PPSB (mengandung protrombin/F.II, proconvertin/F.VIII, Stuart faktor/F.X dan antihemofilia B/F.I
­ Dosis : patokan dosis untuk faktor VIII dapat digunakan untuk hemofilia B (defisiensi faktor IX).
­ Dosis profilasis 10 unit/kg BB (2 kali seminggu).
(Hanny Wijaya, 2006)
 Pengobatan
1. hemofilia A
Tranfusi darah, pemberian plasma normal, kriopresipitat, konsetrat factor VIII, sinovektomi sendi lutut
(IKA FKUI,1985)
Pada hemofilia A, diberikan infuse kriopesipitat yang mengandung 8-100 unti factor VIII setiap kantongny, karena waktu paruh factor VIII adalah 12 jam maka dosis harus diberikan paling sedikit dengan interval 12 jam samapai perdarahan berhenti dan keadaan penderita stabil. (price,Sylvia A & Wilson,1995)
2. hemofilia B
seperti pada hemofilia A dan diganti dengan konsentrat factor IX.
(FKUI,1985)
Pada defisiensi factor IX yang memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma/konsentrat factor IX (konyene/proplex) yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti.
(price,Sylvia A,1995)
3. penyakit von willebrand
terapi terdiri dari penggantian factor van willebrand dengan mengguanakan kriopresipitat. Dosis yang dianjurkan adalah 2-4 kantong kriopesipitat/10 kg, yang dapat diulangi tiap 12-24 jam tergantung pada episode perdarahan yang terapi atau dicegah. Penderita pada tipe ringan sampai sedang yang mengalami manifestasi perdarahan ringan (seperti, epitaksis) atau yang mengalami tindakan bedah tertentu (misalnya, ekstraksi gigi) dapat diberi DDAVP seperti pada hemofilia A.

Pengobatan
Pengobatan pokok dari hemofilia adalah pemberian Faktor VIII terhadap penderita hemofilia A, dan Faktor IX pada hemofilia B. ''Dengan adanya perkembangan teknologi, sudah ada Faktor VIII konsentrat yang bisa dibawa ke mana-mana dan dipakai dengan cara disuntik,'' lanjut Moeslichan.
Selain obat suntik, alternatif lain untuk menanggulangi hemofilia adalah pemberian transfusi rutin seperti krioprespitat-AHF untuk penderita hemofilia A, dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Obat maupun transfusi harus diberikan secara rutin tiap tujuh sampai 10 hari sekali. Mengobati hemofilia memang membutuhkan biaya besar. Dan ini dilakukan seumur hidup. ''Namun jika ditolong, mereka bisa berprestasi dan tidak cacat.'' Sebaliknya, tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hidup hingga dewasa.
Seperti halnya penyakit lain, hemofilia pun bisa menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang mungkin timbul pada hemofilia adalah timbulnya inhibitor seperti dialami Yudistira. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat Faktor VIII atau Faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Komplikasi lainnya adalah kerusakan sendi akibat perdarahan berulang, serta infeksi yang ditularkan oleh darah (lewat transfusi) seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C.
(www.hemofilia.or.id. ira lasmidara)





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN HEMOFILIA
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan penyakit ini dapat timbul saat :
o Lahir : perdarahan lewat tali pusat.
o Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat belajar berjalan.
o Ada riwayat timbulnya ”biru-biru” bila terbentur (perdarahan abnormal).
b. Pemeriksaan fisik
Adanya perdarahan yang dapat berupa :
o hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
o hemarthrosis
o sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu.
(Hanny Wijaya, 2006)
c. Lakukan pengkajian neurologi
a. Kaji klien terhadap perilaku verbal dan non verbal yang mengindikasikan nyeri
b. Dapatkan riwayat kesehatan khususnya mengenai bukti penyakit pada pria
c. Observasi adanya manifestasi hemofilia:
­ Perdarahan yang berkepanjangan dimana saja dari atau didalam tubuh
­ Hemorogi karena troma misalnya kehilangan gizi desidua, sirkumsisi, terpotiong, eptistaksis, injeksi.
­ Memar berlebih karena cedera ringan, seperti jatuh
­ Hemoragi subkutan dan intramuskuler
­ Hemorstatis (perdarahan karena rongga sendi ) khususnya lutut, pergelangan kaki dan siku
­ Hematoma, nyeri, bengkak, dan gerakan terbatas
­ Hamaturi spontan
d. Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktifitas perawatan diri kaji tingkat perkembangan klien
e. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengkajian misalnya tes koagulasi penentuan faktor defisiensi khususnya pengujian DNA
f. Kaji kesiapan klien dan pemulangan dan kemampuan melaksanaan program pengobatan dirumah.

2. Diagnose
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan pergerakan sendi. Diharapkan pasien menunjukkan penurunan nyeri dan gangguan pergerakan sendi hilang dengan kriteria hasil sebagai berikut :
1. Menunjukkan sikap rileks.
2. Wajah pasien tidak menyeringai.
3. Mampu istirahat/tidur dengan baik. Mandiri
• Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10).
• Dorong pasien untuk menyatakan masalah.


• Berikan tindakan menyamanan, mis: pijat punggung, perubahan posisi.
• Dorong menggunakan teknik relaksasi, mis : bimbing imajinasi, visualisasi.
• Berikan obat sesuai indikasi, mis: narkotik,analgesik.
• Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyaman.

• Menurunkan ansietas/takut dapat meningkatkan relaksasi.
• Mencegah ketidak nyamanan, menurunkan ketegangan otot.
• Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian.
• Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyaman.
2. Syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan darah berlebih. Diharapkan pasien dapat mengidentifikasi faktor kehilangan darah dengan kriteria hasil:
1. Mengidentifikasi faktor resiko individual dan intervensi yang tepat.
2. Melakukan pola hidup prilaku untuk mencegeh terjadinya defisiensi volume cairan. Mandiri
• Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung.

• Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.
Kolaborasi
• Berikan cairan IV sesuai indikasi.

• Awasi pemeriksaan laboratorium, mis: trombosit, Hb/Ht, pembekuan.









• Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
• Perubahan dapat menunjukan efek hipovolemia (perdarahan)
• Indikator langsung status cairan.



• Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit.
• Bila jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm (sehubungan dengan proliferasi SDM/supresi sumsum tulang sekunder terhadap obat anti neoplastik). Pasien cenderung pendarahan spontan yang mengancam haidup, penurunan Hb/Ht indikatif pendarahan (mungkin samar).
• Memperbaiki/menormrlkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen untuk memperbaiki anemia, berguna untuk mencegah/mengobati pendarahan.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai darah kejaringan tidak adekuat. Diharapkan pasien menunjukkan peningkatan suplai darah kejaringan normal dengan kriteria hasil sebagai berikut :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Kapiler refill kurang dari 3 detik.
3. Akral hangat.
4. Tidak terdapat sianosis. Mandiri
• Catat perubahan dalam tingkat kesadaran keluhan sakit kepala, pusing, terjadinya defisit sensor/motor
• Pantau tanda vital. Catat kehangatan, pengisian kapiler.


• Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh.


Kolaborasi
• Awasi pemeriksaan laboratorium mis: Hb/Ht dan jumlah SDM.

• Berikan SDM darah lengkap, produk darah sesuai indikasi.Awasi ketat untuk komplikasi transfuse.
• Perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi pada SSP akibat iskemia atau infark.


• Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
• Mencegah vasokontriksi, membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perkusi.

• Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
• Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.

4. Resti infeksi HIV dan Hepatitis berhubungan dengan tranfusi faktor VIII / IX (AHF). Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien diharapkan dapat :
1. Memahami faktor-faktor resiko dari tranfusi.
2. Meminimalkan terjadinya penularan HIV Mandiri
• Pantau tanda-tanda vital, kaji tingkat kesadaran.


• Gunakan tindakan pencegahan terhadap darah/cairan tubuh sesuai kebutuhan.





• Pastikan status kesehatan anggota keluarga saat ini dalam hubungannya dengan pasien.
• Kaji integritas dan karakter kulit, bantu sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh dan oral, sediakan pakaian yang bersih dan spatu yang memadai.

Kolaborasi
• Ulangi studi laboratorium, mis : elisa/western blood
• Tanda-tanda abnormal, termasuk demam dapat menjadi indikasi munculnya infeksi.

• Lindungi pemberian perawatan dari kontaminasi yang mungkin terjadi dan yang mungkin disebabka oleh virus penyakit penyebab infeksi seperti hepatitis dan HIV.
• Memajankan pasien pada penyakit hepatitis dan HIV.


• Mempertahankan integritas kulit, membutuhkan kebersihan.Jika terjadi mungkin membutuhakn perawatan untuk mencegah infeksi.



• Mengidentifikasi komplikasi jika penggunaan tranfusi darah melalui IV terjadi HIV dan Hepatitis.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya edma. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien diharapkan dapat :
1. Mempertahankan integritas kulit.
2. Tidak ada edema. Mandiri
• Kaji warna, ukuran dan kondisi sekitar edema.
• Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi,atau kegemukan/kurus.
• Ubah posisi sesering mungkin di tempat tidur atau dikursi, bantu rentang gerak pasif/aktif.


• Berikan perawatan kulit sesering mungkin, meminimalkan dengan kelembaban / ekskresi.
• Periksa sepatu kesempitan/sendal dan ubah sesuai kebutuhan.
• Memberikan inforasi dasar tentang penanganan kulit.
• Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi.

• Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.


• Terlalu kering/lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan.


• Edema dependen dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.



Glosgow pediatric coma scale
(GPCS)
A. Buka mata
­ Spontan 4
­ Dengan perintah 3
­ Dengan rangsang nyeri 2
­ Tidak ada respon 1
B. Respon motorik
­ Menurut perintah 6
­ Reaksi setempat/ tunjuk lokasi 5
­ Withdrawal refleks/ fleksi 4
­ Fleksi abnormal 3
­ Ekstensi 2
­ Tidak ada respons 1
C. Respon ferbal
­ Orientasi baik 5
­ Disorientasi/ bicara kacau 4
­ Kata-kata tidak tersusun 3
­ Suara saja 2
­ Tidak ada respon 1
D. Respon pupil terhadap cahaya
­ Normal 5
­ Lambat 4
­ Respon tidak simetris 3
­ Besar tidk sama 2
­ Tidak ada respon 1
E. Refleks saraf otak tertentu
­ Semua ada 5
­ Refleks bulu mata (-) 4
­ Refleks kornea (-) 3
­ Doll’s eye (-) 2
­ Refleks cranial (-) 1
F. Kejang
­ Tidak ada 5
­ Kejang fokal 4
­ Umum, intermitten 3
­ Umum, kontinyu 2
­ Flaksid 1
G. Nafas spontan
­ Normal 5
­ Periodic 4
­ Hiperventilasi sentral 3
­ Irregular/ hipoventilasi 2
­ Apnue 1
Nilai rendah- tertinggi= 7 s
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang btersuspensi dalam plasma darah. Sel darah terbagi atas eritrosit yang normalnya 5000 per mm3 darah dan leukosit yang normalnya 5000 sampai 10000 per mm3 darah. Trombosit berperan penting dalam mengontrol pendarahan.
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit hemofilia A dan B dan penyakit von willebrand. Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi heriditer dari factor darah esensial untuk koagulasi.
Masalah keperawatan yang dapat muncul pada anak yang menderita hemofilia adalah:
1. gangguan perfusi jaringan berhubungan suplai darah kejaringan tidak adekuat
2. nyeri brhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi
3. resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan reflek hemoragi dalam sendi dan jaringan lain
4. kecemasan pada anak berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi)
5. perubahan pola asuh ortu berhubungan dengan merawat anak di RS
6. resiko tinggi gangguan tumbang pada anak berhubungan dengan hospitalisasi

ASKEP ASD

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orangtua pasti berharap bahwa janin yang sedang dikandung lahir sehat. Namun, sebagian orangtua harus rela menerima kenyataan bahwa bayinya ternyata mengalami kelainan bawaan. Yang terbanyak, 30 persen, adalah penyakit jantung bawaan.
Perkembangan jantung fetus terjadi pada usia kehamilan antara 3 dan 8 menggu. Pembentukan septum yang tidak sempurna menyebabkan defek septum atrium(ASD) dan defek septum vntrikel(VSD) yang bervariasi. Kelainan pada proses septasi dari bulbus kordis primitive menyebabakan trunkus arteriosus dan kelainann lain. Dari 6 cabang arkus aorta, hanya cabang ke 4 dan ke-6 yang tetap ada. Mereka berturut-turut menjadi arkus aorta dan duktus arteriosus. Sisa-sisa dari cabang arkus aorta yang lain membentuk malformasi cincin vaskuler.
Penyakit jantung bawaan (PJB) berat yang tidak diatasi segera akan menimbulkan kegawatan dan kematian pada awal kehidupan bayi.
Selain faktor tenaga dan fasilitas medis yang terbatas, problem finansial banyak menjadi penyebab bayi-bayi PJB tak dapat meniup lilin pertama ulang tahunnya. Kebanyakan orangtua bayi PJB adalah pasangan muda yang ekonominya belum mapan.
Insidensi penyakit jantung bawaan didunia diperkirakan 8/1000 kelahiran hidup. Data mengenai penyakit jantung bawaan sangat bervariasi bergantung pada hasil penelitian terhadap anak atau orang dewasa, serta berdasarkan autopsy dan pemeriksaan kateterisasi.

Nasional Harapan Kita.
Indonesia membutuhkan sedikitnya 220 dokter subspesialis jantung anak untuk menangani sekitar 40.000 bayi dengan penyakit jantung bawaan. Saat ini, hanya sekitar 2% penderita yang bisa diselamatkan.

Diperkirakan setiap I.000 kelahiran hidup terdapat 6 sampai 10 bayi menderita penyakil jantung bawaan (PJBJ). Dengan perkiraan penduduk Indonesia sekitar 220 juta, maka setiap tahun terdapat sekitar 40.000 bayi lahir dengan PJB," kata dr. Anna Ulfah Rahayoe, SpJP dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Dari 40.000 bayi lahir tersebut sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun, sementara yang bisa diselamatkan melalui pembedahan hanya 800-900 kasus per tahun. Sekitar 80% pembedahan dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk dapat memberikan tindakan asuhan keperawatan pada anak dengan atrial septal defek.
2. Tujuan khusus
a) Menjelaskan defenisi dari ASD
b) Menyebutkab etiologi dari ASD
c) Menyebutkan manifestasi klinis dariASD
d) Menjelaskan patofisiologi terjadinya ASD
e) Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan atau terapi pengobatan yang dilakukan untuk ASD
f) Membuat dan mengkaji asuhan keperawatan pada. ASD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

(sobotta, 2003)
a. Anatomi dan fisiologi jantung
Sistem kardiovaskuler terdiri atas 3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu jantung (untuk memompa), pembuluh darah (mengedarkan / mengalirkan) dan darah (menyimpan dan mengatur). Interaksi antara ketiganya dibawah kendali system saraf dan hormon untuk mempertahankan keseimbangan dinamis oksigen dalam sel.
Jantung adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru untuk pertukaran gas. Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah terjadinya percampuran antara daerah yang menerima darah yang tidak terorganisasi dari vena cava superior, vena cava inferior, dan sistem coroner.


b. Struktur jantung
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks), diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut perikardium, yang terdiri atas 2 lapisan :
 perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
 Perikardium viseralis, yaitu lapisa permukaan jantung itu sendiri, yang juga disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut, terdapat cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa. Cairan ini disebut cairan perikardium.
Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah, dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar.
c. Atrium kanan
Atrium kanan yang tipis dindingnya ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik kedalam ventrikel kanan dan kemudian ke paru-paru.
(Price, 1995)
d. Ventrikel kanan
Pada kontraksi ventrikel, maka tiap ventrikel harus menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat memompakan darah yang diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmonary ataupun sirkulasi sistemik.
(Price, 1995)

e. Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru – paru melalui keempat vena pulmonalis.Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis.
(Price,1995)
f. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan – jaringan perifer.
(Price, 1995)
g. Katup jantung
Keempat katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup : katup atrioventrikularis (katup AV), yang memisahkan atria dan ventrikel dan katup semilunaris, yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif, menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik- bilik jantung dan pembuluh darah.
(Price,1995)
 Katup Atrioventrikularis
Daun daun katup ventrikularis halus tetapi tahan lama. Katup trikuspidalis terletak antar atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis memisahkan atrium dan ventrikel kiri, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.
Daun katup tertambat melalui berkas-berkas tipis jaringan fibrosa yang disebut korda tendinae. Korda tendinae akan meluas menjadi otot papilaris, yaitu tonjolan otot pada dinding ventrikel. Korda tendinae menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya daun katup kedalam atrium. Kalau korda tendinae atau otot papilaris mengalami kerusakan atau gangguan , maka darah akan mengalir kembali kedalam atrium jantung sewaktu ventrikel berkontraksi.
(Price,1995)
 Katup Semilunaris
Kedua katup semilunaris sama bentuknya : terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong, yang tertambat dengan kuat pada anulus fibrosus. Katup aorta terletak ventrikel kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis terletak antar ventrikel kanan dan arteria pulmonalis. Katup semilunaris mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat.
(Price, 1995)
Tepat diatas daun katup aorta, terdapat tiga kantung yang menonjol dinding aorta dan arteria pulmonalis, yang disebut sinus valsava. Sinus-sinus ini berfungsi melindungi muara koronaria tersebut dari penyumbatan oleh daun katup, pada waktu katup aorta terbuka.
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen keseluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya kedalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida; jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan diseluruh tubuh.

h. Fungsi jantung
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol); selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.
Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (CO2) dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena besar (vena cava) menuju kedalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan. Darah dalam ventrikel kanan akan dipompa melalui katub pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang kaya akan oksigen mengalir didalam vena pulmonalis menuju keatrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.
Darah dalam atrium kiri akan di dorong kedalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
Anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Pembuluh darah mengalirkan darah yang dipompakan jantung ke dalam sel. Arteri bersifat elastis mengedarkan darah yang dipompakan dari ventrikel kiri. Dinding pembuluh darah terdiri atas 3 lapisan :
1) Tunika Intima merupakan lapisan yang paling dalam yang bersentuhan langsung dengan darah.
Artherosclersis adalah pembentukan plaque yang terjadi pada dinding arteri tunika intima, hal ini mengakibatkan aliran darah terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya proses ischemia.
2) Tunika Media merupakan bagian tengah yang bersifat elastis. Keadaan tidak elastis disebut arteriosclerosis.
3) Tunika Adventisia adalah terluar dinding pembuluh darah.
Pasokan Darah ke Jantung
Otot jantung (miokardium) sendiri menerima sebagian dari sejumlah volume darah yang mengalir melalui atrium dan ventrikel. Suatu sistem arteri dan vena (sirkulasi koroner) menyediakan darah yang kaya akan oksigen untuk miokardium dan kemudian mengembalikan darah yang tidak mengandung oksigen ke dalam atrium kanan.


B. DEFINISI
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin (Gambar 1).(Bambang widyantoro,inovasi online)

b.1. Atrial Septal Defect (ASD) 3
ASD adalah keadaan dimana septum interatrium tetap terbuka. Perubahan hemodinamik yang nyata terjadi bila diameter septum 2 cm atau lebih. Akibat ASD terjadi aliran darah dari atrium kiri kekanan sehingga aliran darah diparu-paru bertambah dan darah arterial dan venous bercampur. Keadaan ini dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal dan dekompensasi ventrikel kanan. Bahaya dalam kehamilan terutama kalau terjadi hipertensi pulmonal yang dapart menyebabkan aliran darah yang terbalik.
(Sarwono,2002)
ASD adalah salah satu dari beberapa kejadian kongenital anomali jantung. Insiden tertinggi pada wanita dibandingkan laki-laki. perbedaan pembukaan atrium kanan dan kiri yang abnormal. Darah yang mengandung oksigen memiliki kekuatan dari atrium kiri kekanan.
Tipe arteriovenous ini tidak dapat menghasilkan kebiruan / sianosis kecuali kembalinya aliran darah oleh karena gagal jantung.
(Tompson,2000)

ASD dibagi menjadi 3 bentuk anatomis yaitu
1. Defek sinus venosus atau defek vena cava superior
Letak defek diatas fosa ovalis, tidak mempunyai tepi atas yang jelas dan biasanya disertai dengan vena pulmonalis yang bermuara rendah di vena cava superior.
2. Defek fosa ovalis atau ASDII (ASD sekundum)
Letak defek difosa ovalis.
Defek ini, pada daerah fosa ovalis, adalah bentuk ASD yang paling sering dan bersama dengan katup atrioventrikuler normal. Walaupun perubahan mikso matosa lambat pada katup mitral telah diuraikan , keadaan ini jarang menjadi pertimbangan klinik yang penting. Defek ini mungkin tunggal atau multipel, dan pada anak bergejala yang lebih tua, lubang dengan diameter 2 cm atau lebih. Defek besar dapat meluas ke inferior kearah vena cava inferior dan ostium sinus coronarius, ke superor ke arah vena cava superior, atau keposterior. Wanita melebihi pria 3:1. anomalin parsial muara vena pulmonalis dapat merupakan lesi yang menyertai.
(Nelson,2000)
3. Defek atrioventrikular ( endokardial cushion defek, ECD) atau ASD I (ASD primum)
Biasanya disertai dengan kelainan katup atrioventrikular. Bergantung pada saat timbulnya perkembangan, maka akan terjadi bermacam-macam bentuk. Pada gangguan ringan embrional endokardial cushion, letak ASD rendah katup mitral terbelah(ECD derajat 1).
Pada gangguan berat, letak ASD rendah dan katup mitral terbelah, katup trikuspid terbelah(ECDderajat II). Pada gangguan yang menyeluruh, letak ASD rendah, katup-katup mitral dan atau trikuspid terbelah dan letak defek septum ventrikel(VSD) tinggi (ECDderajat III), dulu dikenal dengan nama atrioventrikular komunis.



Pada saat septum atrium mempunyai bentuk endokardial cushion mulailah terjadi pembagian mono-atrium menjadi atrium kanan dan atrium kiri, primitif atrio-ventrikular kanal terbagi 2. pembagian pertama terjadi dengan pertumbuhan yang disebut septum primum, dari dinding atas bagian dorsal monoatrium kearah endokardial cushion dibiarkan terbuka: ostium primum. Dengan pertumbuhan septum primum, maka ostium primum mengecil, maka pada septum primum ini sendiri terjadi suatu lubang lebih kranial dan kearah ventral disebut ostium sekundum. Ostium sekundum tertutup pada pertumbuhanya sebagian ventral dan sebagian lagi dorsal. Bagian yang terbuka yang tertinggal, tertutup septum dari atrium sisi kiri disebut foramen ovale.
Septum primum kemudian menjadi katup foramen ovale. Jadi defek fosa ovalis terjadi karena perkembangan septum sekundum kurang sempurna akibat resorbsi abnormal septum primum.
(FKUI,2005)
ASD sinonim atrial septal defek ialah defek septum interatrial.
(DSI).(Noer,1996)

(Rilantono, )

C. ETIOLOGI
Gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama(Bambang widyantoro, inovasi online).
Adapun faktor lingkungan yang dianggap turut berpengaruh adalah yang dialami ibu saat hamil pada trimester pertama, kebiasaan ibu merokok dan minum alkohol. Obat-obatan antidepresi seperti lithium dan obat untuk mengatasi epilepsi juga diduga memiliki andil dalam menyebabkan defek jantung.
(Kompas)

D. PATOFISIOLOGI
Defek ostium sekundum
Derajat shunt dari kiri kekanan tergantung pada ukuran defek dan juga pada kelenturan relatif ventrikel kanan dan kiri.serta tahanan vaskuler relatif pada sirkulasi pulmonal dan sistemik. Pada defek besar, shunt besar mengalirkan darah teroksigenasi dari atriuum kiri ke atrium kanan. Darah ini ditambahkan pada aliran balik venosa biasa keatrium kanan dan dipompakan oleh ventrikel kana ke paru- paru. Pada defek besar, aliran darah pulmonal biasanya 2-4 kali aliran darah sistemik. Sedikitnya gejala-gejala pada bayi dengan ASD adalah akibat struktur ventrikel kanan pada awal kehidupan ketika dinding ototnya tebal dan kurang lentur, sehingga membatasi shunt dari kiri kekanan. Ketika bayi menjadi lebih tua, dinding ventrikel kanan menjadi tipis, sebagai akibat lebih rendahnya kebutuhan penyebab tekanan.aliran darah yang besar melalui sisi kanan jantung menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteria pulmonalis. Walaupun aliran darah pulmonal besar, tekanan arteria pulmonalis tetap normal karena tidak adanya komunikasi tekanan tinggi antara sirkulasi pulmonal dan sistemik. Tahanan vaskuler pulmonal tetap rendah selama anak,walaupun ia mungklin mulai bertambah pada masa dewasa. Ventrikel kiri dan aorta ukuranya normal. Sianosis hanya kadang-kadang terlihat pada orang dewasa yang mempunyai tanda-tanda penyulit penyakit vaskuler pulmonal.
(nelson,2000)
Defek sekat atioventrikuler
Kelainan dasar pada penderita dengan defek ostium primum adalah kombinasi shunt dari kiri kekanan yang melewati defek atrium dengan insufisiensi mitral .shunt biasanya sedang sampai besar. Derajat insufisiensi mitral biasanya ringan sampai sedang.tekanan arteria pulmonalis biasanya normal atau hanya sedikit bertambah. Fisiologi lesi ini, karenanya, amat serupa dengan fisiologi ASD ostium sekundum.
Pada defek sekat AV, shunt dari kiri kekanan adalah transatrial maupun transnventrikel. Shunt tambahan dapat terjadi secara langsung dari ventrikel kiri keatrium kanan karena tidak ada sekat AV. Hipertensi pulmonal dan kecendrungan awal untuk menaikkan tahanan vaskuler pulmonal sering terjadi. Insufisiensi katup AV menambah beban volume karena regurgitasi darah dari ventrikel kekedua atrium. Beberapa shunt dari kanan kekiri dapat juga terjadi pada setinggi atrium maupun ventrikel, dan menyebabkan desaturasi arteria ringan tapi berarti. Dengan bertambahnya waktu, penyakit vaskuler pulmonal progresif akan menambah shunt dari kanan kekiri sehingga terjadi sianosis klinis.
(Nelson,2000)

E. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis ketika jenis defek tersebut serupa. Biasanya anak dengan DSA tidak terlihat menderita kelainan jantung karena pertumbuhan dan perkembangannya biasa seperti anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya pada pirau kiri kekanan yang sangat besar pada stress anak cepat lelah dan mengeluh dispnea, dan sering mendapat infeksi saluran nafas.
(Ngastiyah,2005)
ASD dengan pirau kiri kekanan lebih tahan diderita daripada VSD atau PDA yang sama besarnya atau lebih kecil. Anak dengan ASD tidak terlihat menderita kelainan jantung, pertumbuhan dan perkembanganya tidak kalah dari teman sebaya. Hanya pada pirau kiri kekanan yang sangat besar, pada stress cepat mengeluh dispnea.
Sering menderita infeksi saluran nafas, kecuali pada ASD + anomalidrainase vena pulmonalis.
(FKUI,2005)
Aliran pintas kiri kekanan pada tipe ostium sekundum dan tipe sinus venosus akan menyebabkan keluhan kelemahan dan sesak nafas, umumnya timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jamtung kanan serta aritmis supraventrikular dapat pula terjadi pada stadium lanjut. Gejala yang sama ditemukan juga pada tipe ostium primum. Namun, apabila regurgitasi mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan lebih awal. Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20-40 tahun, sebagian kecil yaitu antara 9-15% ditemukan pada umur yang lkebih tua. Jumlah pasien wanita lebih banyak daripada pria, dengan perbandingan 4:1.
(Noer,1996)
Anak dengan defek ostium skundum dan sinus venosus paling sering tidak bergejala, dan lesi mungkin ditemukan dengan tidak sengaja selama pemeriksaan fisik. Bahkan, ASD sekundum sangat besar jarang menimbulkan gagal jantung yang jelas secara klinis pada masa anak; pada anak yang lebih tua berbagai tingkat intoleransi latihan fisik mungkin ditemukan. Seringkali tingkat keterbatasan mungkin tidak tampak oleh keluarga sampai sesudah perbaikan secara bedah, ketika tingkat aktivitas anak bertambah dengan jelas. Pada bayi dan anak yang lebih tua tanda-tanda fisik biasanya khas tetapi tidak tampak dan memerlukan pemeriksaan jantung yang teliti dan perhatian khusus terhadap suara jantung.
(Nelson, 2000)

Banyak anak dengan defek ostium primum tidak bergejala, dan anomali ditemukan selama pemeriksaan fisik umum. Riwayat intoleransi terhadap kerja fisik, mudah lelah, dan pneumonia berulang mungkin ada, terutama pada bayi dengan shunt besar dari kiri kekanan dan insufisiensi mitral berat.
(Nelson, 2000)


F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik
DSA kecil tidak perlu operasi karena tidak menyebabakan gangguan himodenamik atau bahaya endokarditis infektif. DSA besar perlu tindakan bedah yang dianjurkan dilakukan dibawah umur 6 tahun (prasekolah).
(Ngastiyah,2005)
Discharge planning
1. Bahaya terjadinya gagal jantung.
 Perawatan yang baik
 Pelayanan medis yang teratur
 Kontrol teratur
 Orang tua mengetahui tanda gagal jantung
2. Resiko terjadi saluran nafas.
 Ruangan cukup ventilasi
 Udara hangat tidak terlalu dingin
 Isap lendir
 Posisi semi fowler
 Alih baring tiap 2 jam
 Observasi tanda vital
 oksigenasi
3. Kebutuhan nutrisi.
 ASI dilanjutkan
 Beri makanan tambahan TKTP
 Monitor tetesan infus
 Balance cairan
 Pasang maag slang / sonde/ NGT
 TPN = trans parenteral nutrisi
4. Gangguan rasa aman dan nyaman.
 Berikan kehangatan : selimut, suhu ruang
 Memandikan jangan terlalu pagi
 Pakaikan kaos kaki, gurita tidak boleh
 Bekerja secara aseptik
 Komunikasi terapetik
5. Pendidikan kesehatan.
 Beritahu orang tua → operasi
 Berikan makanan bergizi
 Hindari kontak dengan orang diluar rumah
 Hindari kontak dengan banyak orang / orang sakit
 Usahakan lingkungan bersih
Tindakan bedah
Gb. 2. Penutupan ASD dengan pemasangan ASO (Courtessy of dr. Poppy S. Roebiono, SpJP(K))
Pasien penderita defek sekat atrium atau Atrial Septal Defect (ASD) yakni kebocoran pada serambi kiri dan kanan jantung, memiliki harapan berkat temuan teknologi baru yang disebut Amplatz Septal Occulder (ASO).
Piranti mungil yang terbuat dari bahan nikel dan titanium ini berfungsi sebagai penyumbat lubang yang terletak di antara bilik kiri dan kanan jantung.
(sinar harapan,com)
ASO adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat Nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.(bamabng widyantoro, inovasi online)
Indikasi untuk perbaikan bila piraunya >1,5-2,0, atau timbul gejala-gejala; kontraindikasi hanya pada sindrom Eisenmenger.
(schwartz,2000)
Defek fosa ovalis: hipertensi pulmonal sebagai komplikasi timbulnya lambat. Walaupun demikian, operasi dianjurkan dibawah umur 10 tahun. Pada keadaan yang terlalu lama menderita beban volume, walaupun setelah operasi kemungkinan ventrikel kanan masih tetap menunjukkan dilatasi. Hal ini kurang compliance otot jantung sudah kurang.
Penutupan spontan ASD sangat kecil kemungkinannya sehingga operasi sangat berarti. Defek fosa ovalis tanpa komplikasi dapat ditutup dengan cara hipotermia.
(FKUI,2005)
Defek fosa ovalis atau defek atrioventrikular dengan komplikasi ditutup dengan baruan mesin jantung-paru. Resiko operasi golongan ini agak lebih besar dari pada defek fosa ovalis tanpa komplikasi, namun lebih kecil dari 10 %.
(FKUI,2005)
Defek ostium primum didekati secara bedah dari irisan pada atrium kanan. Celah dalam katub mitral yang terlihat melalui defek atrium diperbaiki dengan jahitan langsung. Defek pada sekat atrium biasanya ditutup dengan menyelipkan tambalan prostesis. Angka mortalitas pembedahan untuk defek ostium primum rendah.
(Nelson, 2000)
Defek ostium skundum pembedahan dianjurkan pada semua penderita yang bergejala dan juga pada penderita yang tidak bergejala dengan resiko shunt sekurang kurangnya 2:1. waktu untuk penutupan efektif biasanya beberapa waktu sebelum masuk ke sekolah. Penutupan dilakukan pada pembedahan jantung terbuka, dan angka mortalitas kurang dari 1%. Perbaikan lebih disukai selama masa anak awal karena mortalitas dan morbiditas pembedahan lebih besar pada masa dewasa ketika tanda-tanda yang datang lambat muncul. Penghilangan penambahan resiko kehamilan merupakan alasan penting lain untuk campur tangan segera pada wanita. Gejala-gejala ringan pada latihan fisik dan melakukan kerja fisik submaksimal selama aktivitas olah raga juga dicegah pada perbaikan elektif awal. Alat penyumbat (oklusi), yang ditanamkan secara tranvenosa pada kateterisasi jantung, telah digunakan trial eksperimentaluntuk penutupan ASD skundum yang berhasil. Pada penderita dengan ASD skundum dengan shunt dari kiri kekanan minimum, konsensus umum adalah bahwa penutupan tidak diperlukan. Sekarang tidak jelas apakah menetapnya ASD kecil sampai menjadi dewasa menambah risiko untuk stroke cukup untuk membenarkan penutupan profilaktis semua defek ini.
Hasil sesudah operasi pada anak dengan shunt besar sangat baik. Gejala-gejala menghilang dengan cepat, dan perkembangan fisik seringkali tampak bertambah. Ukuran jantung mengurang menuju normal, dan elektrokardiogram menunjukkan pengurangan gaya ventrikel kanan. Aritmia lambat kurang sering pada penderita yang telah mengalami perbaikan awal.



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrokardiogram
Menunjukkkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90º.
(Noer,1996).
Anak dengan defek sekat AV komplit adalah khas. Kelainan utamanya adalah (1) orientasi superior melalui mean sumbu QRS frontal dengan deviasi sumbu kekiri atas atau kuadran atas kanan. (2) garis lengkungan vektor QRS berorientasi kesuperior berlawanan dengan jalan jarum jam. (3) tanda hipertrofi diventrikuler atau hipertrofi ventrikel kanan saja. (4) penundaan konduksi ventrikel kanan (RSR’pada hantaran V3R dan V1). (5) gelombang P normal atau tinggi dan (6) kadang-kadang pemanjangan interval PR. Pada defek ostium skundum dan defek sinus venosus menunjukkan beban volume (volume overload) vntrikel kanan dengan deviasi sumbu kekanan atau sumbu normal, dan penundaan kecil hantaran ventrikel kanan.
(Nelson, 2000)
2. Ekokardiografi
Ekokardiografi dua dimensi dapat menunjukkan adanya septum interatrial dan lokalisasi defek tersebut. Ekokardiografi dengan kontras dapat menunjukkan defek aliran darah kekiri kekanan, atau aliran kanan kekiri.
(Noer ,1996)
3. Kateterisasi jantung
Jika kateterisasi jantung pada defek sinus venosus dilukukan untuk menegaskan secara lebih baik drainase venosa, kateter dapat masuk vena pulmonalis kanan secara langsung dari vena cava superior. Koreksi anatomik biasanya memerlukan penyisipan tambahn untum menutup defek sambil menyatukan masuknya anomali vena keatrium kiri. pemeriksaan (defek atrioventrikular) ini memperagakan besaran dari kiri kekanan, keparah hipertensi pulmonal, tingkat kenaikan tahanan vaskuler pulmona, dan keparah insufisiensi katup AV komunis. Pada defek ostium sekundum dapat dimanipulasi kedalam atrium kiri melalaui defek.
(Nelson,2000)

4. Ekokardiogram
Menunjukkan pembesaran ventrikel kanan serta gerakan paradoksal septum interventrikular.
(Noer,1996)
Pada defek sekat AV , kedua katup berinsersi pada pada tinggi yang sama karena tidak adanya sekat AV. Sedangkan pada defek ostium bertambahnya dimensi akhir-diastolik ventrikel kanan dan gerakan abnormal sekat ventrikel.(Nelson,2000)
5. Ventrikulografi kiri selektif
Membantu dalam diagnosis defek sekat AV.
( Nelson,2000)
6. Roentgenogram dada
Anak dengan defek sekat AV komplit sering menunjukkan pembesaran jantung yang menyolok yang disebabkan oleh penonjolan ventrikel maupun atrium kanan. Arteria pulmonalis besar dan vaskularisasi paru bertambah. Pada defek ostium sekundum dan defek sinus venosus menunjukkan berbagai tingkat pembesaran ventrikel dan atrium kanan tergantung pada ukuran shunt.
(Nelson, 2000)
H. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Tanpa operasi pasien dengan defek fosa ovalis dan defek sinus venosus dapat rata-rata hidup sampai 40 tahun, dan komplikasi yang dapat terjadi ialah hipertensi pulmonal(walaupun lambat).
(Ngastiyah,2005)
Prognosis quo de vitam, Tanpa operasi umr rata-rat penderita defek fosa ovalis dan defek sinus venosus adalah 40 tahun. Untuk defek atrioventrikular lebih muda lagi.ASD sangat membahayakan, karena selam puluhan tahun tidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam wak\tu yang sangat pendek terutama dengan timbulnya hipertensi pulmonal akan mempengaruhi pada suatu keadaan klinis yang berat. Timbulnya vibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.
(FKUI,2005)
Prognosis sangat ditentukan oleh resisten kapiler paru, dan bila terjadi sindrome eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis yang buruk. Prognosis pasien yang dioperasi pada umumnya sama seperti populasi normal.
(Noer ,1996)
ASD sekundum ditoleransi dengan baik selama masa anak-anak: gejaal-gejala biasanya tidak sampai dekade ke-3 atau sesudahnya. Hipertensi pulmonal, disritmia atrium, insufisiensi trikuspidal atau mitral, dan gagal jantung merupakan manifestasi lambat: gejaala-gejala ini mula-mula dapat tampak selama bertambahnya beban volume kehamilan. Endokarditis infektif sangat jarang . komplikasi pasaca bedah, seprti gagal jantung dan vibrilasi atrium dikemudian hari, lebih sering pada penderita yang dioperasi sesudah umur 20 tahun.
(Nelson,2000)
Prognosis defek sekat AV komplit tergantung pada besarnya shunt dari kiri kekanan, tingkat kenaiakn tahanan vaskuler pulmonal, dan keparahan insufisiensi katup AV . kematian karena gagal jantung kongestif selama masa bayi dahulu sering sebelum penemuan pembedahan korektif awal. Penderita yang hidup tanpa pembedahan biasanya pada mereka berkembang penyakit obstruksi vaskuler, atau lebih jarang pada mereka terjadi stenosis pulmonal. Sebaliknya , kebanyakan penderita dengan defek ostium primum dan keterlibatan katup AV minimal tidak bergejala atau hanya mempunyai gejala ringan non progresis sampai mereka mencapai umur dekade ke3 sampai ke4 , serupa dengan perjalan penderita defek sekat atrium sekundum.
(Nelson,2000)
Prgnosis tergantung dari lokasi defek atrium dalam septum.
(Tompson,2000)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
 Lakukan pengkajian fisik dengan penekaan khusus pada:
• Warna : sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
• Nadi (apikal dan perifer): frekuensi, keteraturan, dan amplitudo(kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.
• Pernafasan : pernafasan mudah atau sulit(mis, takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi)
• Tekanan darah : penyimpangan terjadi di beberapa kondisi jantung(mis, ketidaksesuain antara ekstremitas atas dan bawah).
• Pemeriksaan dan auskultasi dada: membantu melihat perbedaan ukuran antara ukuran jantung dan karekteristik lain(seperti thrill—vibrasi yang dirasakan pemeriksa saat mempalpasi) yang berhubungan dengan penyakit jantung.
Auskultasi dada
Frekuensi dan irama jantung: observasi adanya ketidaksesuain antara nadi apikal dan perifer.
Karakteristik bunyi jantung: menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
Paru-paru : menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
 Dapatkan riwayat kesehatan termasuk bukti penambahan berat badan yang buruk, makan buruk, intoleransi aktivitas, postur tubuh tidak umum, atau infeksi saluran pernafasan yang sering.
 Observasi anak terhadap manifestasi penyakit jantung kongenital:

Bayi
Sianosis : umum, khususnya membran mukosa, bibir dan lidah konjungtiva, area vaskularisasi tinggi.
Dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan, menangis, mengejan.
Keletihan
Pertumbuhan dan perkembangan buruk(gagal tumbuh)
Sering mengalami infeksi saluran paernafasan
Kesulitan makan
Hipotonia
Keringat berlebihan
Serangan sinkop seperti hiperpnea paroksismal, serangan anoksia.
Anak yang lebih besar
Kerusakan pertumbuhan
Pembangunan tubuh lemah, sulit
Keletihan
Dispnea pada aktivitas
Ortopnea
Jari tabuh
Berjongkok untuk menghilangkan dispnea
Sakit kepala
Epistaksis
Keletihan kaki
(Wong, 2004)











Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan kebutuhan O2.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kerusakan alveoli.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan asidosis metabolik.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fungsi kardiorespirasi menurun.
6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke pericardium menurun.
7. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi.
8. Cemas brhubungan dengan hospitalisasi.
9. Perubahan pola asuh berhubungan dengan hospitalisasi.

keperawatan jiwa

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : SOSIALISASI
( TAKS)

A. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok (TAK) : sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan social

B. Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan kelompok secara bertahap
Tujuan Khusus
1. klien mampu menyebutkan jati diri
2. klien mampu mengenali jati diri anggota kelompok
3. klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
4. klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
5. klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain
6. klien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok
7. klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TASK yang dilakukan

C. Aktivitas dan Indikasi
Aktivitas TAKS dilakukan 7 sessi yang melatih kemampuan sosialisasi klien. Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien gangguan hubungan social :
1. klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi personal
2. klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai stimulus



SESSI 1 : TAKS
A. Tujuan
1. klien mampu menyebutkan jati diri : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran atauu simulasi

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu isolasi sosial : menarik diri
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1). Salam dari terapis

b. Evaluasi atau validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Masing-masingg menyebutkan atau memperkenalkan jati diri
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Menjelaskan kegiatan yaitu tape recorder akan dihidupkan dan bola diedarkan berlawanan dengan arah jarum jam (yaitu kearah kiri) dan pada saat tape dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola menyebutkan jati dirinya
b. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
c. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh
d. Tulis nama panggilan pada kertass kemudian ditempel atau dipakai
e. Ulangi b,c,d sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
f. Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4. Terminasi
a. Evaluasi
1). Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2). Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
1). Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih berkenalan dengann orang lain pada kehidupan sehari-hari
2). Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadual kegiatan harian
c. Kontrak yang akan datang
1). Menyepakati kegiatan berikut yaitu mengenali jati diri anggota kelompok serta tempat dan waktu

F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Format Evaluasi
Sessi 1 : TAKS
Kemampuan Menyebutkan Jati Diri

a. Kemampuan Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Menyebutkan nama lengkap
2. Menyebutkan nama panggilan
3. Menyebutkan asal
4. Menyebutkan hobi
jumlah

b. Kemampuan Non Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4. Mengikuti keg. dari awal sampai akhir
jumlah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan pada proses keperawatan tiap klien


















SESSI 2 : TAKS

A. Tujuan
1. klien mampu berkenalan dengan kelompok :
a. menyebutkan jati diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
b. menanyakan jati diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkaran

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran atau simulasi

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sessi 1 TAKS
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi
a. Salam teraupetik
1). Salam dari terapis
2). Peserta dan terapis memakai name tag
b. Evaluasi atau Validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
2). Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kellompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap Kerja
a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
b. Pada saat tape recorder dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara :
1). Memberi salam
2). Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
3). Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
4). Dimulai oleh terapis sebagai contoh
c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
d. Hidupkan kembali kaset pada tape recorder dan edarkan bola. Pada saat tape recorder dimatikan, minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok yaitu : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh
e. Ulangi d sampai semua anggota mendapat giliran
f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tanggan

























SESSI 3 : TAKS

A. Tujuan
1. klien mampu bercakap- cakap dengan anggota kelompok :
a. mengajukan pertanyaan tentang kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok
b. menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran atau simulasi

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sessi 2 TAKS
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1). Salam dari terapis
2). Peserta dan terapis memakai name tag
b. Evaluasi atau validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
2). Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara :
1). Memberi salam
2). Memanggil panggilan
3). Menanyakan kehidupan pribadi : orang terdekat atau dipercaya atau disenangi, dll
c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
d. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1). Memanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2). Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
1). Menganjurkan tiap kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari
2). Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadual kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1). Menyepakati kegiatan berikut yaitu menyampaikan dan membicarakan topik tertentu serta menyepakati tempat dan waktu

F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Format Evaluasi
Sessi 3 : TAKS
Kemampuan bercakap-cakap

a. Kemampuan Verbal Bertanya
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Mengajukan pertanyaan yg jelas
2. Mengajukan pertanyaan secara ringkas
3. Mengajukan pertanyaan yang relevan
4. Mengajukan pertanyaan secara spontan
jumlah


b. Kemampuan Verbal Menjawab
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Menjawab dengan jelas
2. Menjawab dengan ringkas
3. Menjawab dengan relevan
4. Menjawab dengan spontan
jumlah

c. Kemampuan Non Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
jumlah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan pada proses keperawatan tiap klien







SESSI 4 : TAKS

A. Tujuan
1. klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik tertentu dengan anggota kelompok
a. menyampaikan topik yang ingin dibicarakan
b. memilih topik yang ingin dibicarakan
c. memberi pendapat tentang topik yang dipilih

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien
6. flip chart atau whiteboard dan boardmarker

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran atau simulasi

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sessi 3 TAKS
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1). Salam dari terapis
2). Peserta dan terapis memakai name tag
b. Evaluasi atau validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
2). Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap dengan orang lain
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan suatu topik yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya : ”cara bicara yang baik” atau ”cara mencari teman”
c. Tuliskan pada flip chart atau whiteboard topik yang disampaikan secara berurutan
d. Ulangi a,b, dan c sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik yang akan dibicarakan
e. Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan anggota yang memegang bola memilih topik yang Ia sukai untuk dibicarakan
f. Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih topik
g. Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih
h. Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memegang bola menyampaikan pendapat tentang topik yang dipilih
i. Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat
j. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1). Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2). Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
1). Menganjurkan tiap kelompok bercakap-cakap tentang topik tertentu dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari
2). Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadual kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1). Menyepakati kegiatan berikut yaitu bekerjasama

F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Format Evaluasi
Sessi 4 : TAKS
Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu

a. Kemampuan Verbal :Menyampaikan Topik
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Menyampaikan topik dengan jelas
2. Menyampaikan topik secara ringkas
3. Menyampaikan topik yang relevan
4. Menyampaikan topik secara spontan
jumlah

b. Kemampuan Verbal :Memilih Topik
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Memilih topik dengan jelas
2. Memilih topik secara ringkas
3. Memilih topik yang relevan
4. Memilih topik secara spontan
jumlah


c. Kemampuan Verbal :Memberi Pendapat
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Memberi pendapat dengan jelas
2. Memberi pendapat secara ringkas
3. Memberi pendapat yang relevan
4. Memberi pendapat secara spontan
jumlah

d. Kemampuan Non Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
jumlah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan pada proses keperawatan tiap klien













SESSI 5 : TAKS

A. Tujuan
1. klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
d. menyampaikan masalah pribadi
e. memilih satu masalah untuk dibicarakan
f. memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien
6. flip chart atau whiteboard dan boardmarker

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran atau simulasi

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sessi 4 TAKS
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1). Salam dari terapis
2). Peserta dan terapis memakai name tag
b. Evaluasi atau validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
2). Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap atau hal tertentu dengan orang lain
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu masalah pribadi yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya : ”sulit bercerita” atau ”tidak diperhatikan ayah, ibu, kakak, adik atau teman”
c. Tuliskan pada flip chart atau whiteboard masalah yang disampaikan
d. Ulangi a,b, dan c sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik yang akan dibicarakan
e. Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan anggota yang memegang bola memilih masalah yang ingin dibicarakan
f. Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih kelompok memilih masalah yang akan dibicarakan
g. Terapis membantu menetapkan masalah yang paling banyak dipilih
h. Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memegang bola menyampaikan pendapat tentang masalah yang dipilih
i. Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat
j. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1). Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2). Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
1). Menganjurkan tiap kelompok bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari
2). Masukkan jadual bercakap-cakap tentang masalah pribadi pada jadual kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1). Menyepakati kegiatan berikut yaitu bekerjasama didalam kelompok
2). Menyepakati tempat dan waktu








F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Format Evaluasi
Sessi 5 : TAKS
Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi

a. Kemampuan Verbal :Memberi Pendapat Tentang Masalah
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Menyampaikan pendapat dengan jelas
2. Memberi pendapat secara ringkas
3. Memberi pendapat yang relevan
4. Memberi pendapat secara spontan
jumlah

b. Kemampuan Non Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
jumlah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan pada proses keperawatan tiap klien
SESSI 6 : TAKS

A. Tujuan
1. klien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok
a. bertanya dan meminta sesuai kebutuhan pada orang lain
b. menjawab dan memberi pada orang lain

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien
6. kartu kwartet

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain kartu dalam kelompok

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sessi 5 TAKS
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan


2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1). Salam dari terapis
2). Peserta dan terapis memakai name tag
b. Evaluasi atau validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
2). Menanyakan apakah telah bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Terappis membagikan empat buah kartu kwartet untuk tiap anggota kkelompok.sisanya diletakkan di atas meja
b. Terapis memminta setiap anggota kelompok menyusun kartu sesuai seri (satu seri mempunyai empat kartu)
c. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
d. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola memulai permainan :
1). Meminta kartu yang dibutuhkan (seri yang belum lengkap) kepada anggota kelompok disebelahnya
2). Jika kartu yang dipegang serinya lengkap, maka diumumkan pada kelompok dengan membaca judul dan sub judul
3). Jika kartu yang dipegang serinya tidak lengkap maka diperkenankan mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja
4). Jika anggota keloompok memberikan kartu yang dipegang pada yang meminta maka ia berhak mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja
5). Setiap menerima kartu diminta mengucapkan terimakasih
e. Ulangi c dan d jika 2) dan 3) terjadi
f. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1). Memanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2). Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
1). Menganjurkan tiap kelompok latihan bertanya, meminta, menjawab dan memberi pada kehidupan sehari-hari (kerjasama)
2). Memasukkan kegiatan kerjasama pada jadual kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1). Menyepakati kegiatan berikut yaitu mengevaluasi kegiatan TAKS
2). Menyepakati tempat dan waktu
F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Format Evaluasi
Sessi 6 : TAKS
Kemampuan Bekerjasama

a. Kemampuan Verbal : Bertanya dan Meminta
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Bertanya dengan jelas
2. Bertanya dengan ringkas
3. Bertanya secara relevan
4. bertanya secara spontan
jumlah

b. Kemampuan Verbal : Menjawab dan Memberi
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Menjawab dengan jelas
2. Menjawab dengan ringkas
3. Menjawab secara relevan
4. Menjawab secara spontan
jumlah

c. Kemampuan Non Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
jumlah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan pada proses keperawatan tiap klien



SESSI 7 : TAKS

A. Tujuan
1. klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan

B. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset
3. Bola tenis
4. Buku catatan dan pulpen
5. Jadual kegiatan klien

D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain kartu dalam kelompok

E. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sessi 6 TAKS
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1). Salam dari terapis
2). Peserta dan terapis memakai name tag
b. Evaluasi atau validasi
1). Menanyakan perasaan klien saat ini
2). Menanyakan apakah telah latihan bekerjasama dengan orang lain
c. Kontrak
1). Menjelaskan tujuan kegiatan
2). Menjelaskan aturan main yaitu :
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 45 menit
d) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam
b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat kesempatan menyampaikan pendapat tentang manfaat dari 6 (enam) kali pertemuan yang telah berlalu
c. Ulangi a, dan b sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat
d. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1). Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2). Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
3). Menyimpulkan 6 kemampuan pada 6 kali pertemuan yang lalu
b. Rencana tindak lanjut
1). Menganjurkan tiap anggota kelompok tetap melatih diri untuk 6 kemampuan yang telah dimiliki baik di rumah sakit maupun dirumah
2). Melakukan pendidikan kesehatan pada keluarga untuk memberi dukungan pada klien dalam menjalankan kegiatan hidup sehari-hari
c. Kontrak yang akan datang
1). Menyepakati rencana evaluasi kemampuan secara periodik

F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Format Evaluasi
Sessi 7 : TAKS
Kemampuan Bekerjasama

a. Kemampuan Verbal : Menyebutkan manfaat 6 kali TAKS
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Menyebutkan manfaat secara jelas
2. Menyebutkan manfaat secara ringkas
3. Menyebutkan manfaat yang relevan
4. Menyebutkan manfaat secara spontan
jumlah




b. Kemampuan Non Verbal
No. Aspek yg dinilai Nama Klien
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
jumlah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan pada proses keperawatan tiap klien















LAPORAN TERAPI OKUPASI

1. Identitas klien
a. Nama : Ny. X
b. Umur : 28 tahun
c. Pendidikan : SMU
d. Status : Menikah
e. Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
f. Agama/kepercayaan : Konghucu
g. Alamat : Jl. Mijen Ungaran
h. Tanggal masuk : 1 februari 2005
i. Tanggal rehabilitasi : 21 april 2006

2. Pengkajian kondisi klien
Klien memakai daster merah bunga-bunga lengan pendek, rambut rapi, memakai sandal jepit, klien terkesan malu berinteraksi dengan orang lain, ekspresi tenang.

3. Fokus rehabilitasi yang dikuti
a. Pengenalanan kemampuan klien
b. Memelihara atau meningkatkan kemampuan klien
c. Mampu mengatasi masalah yang dihadapi
d. Kegiatan atau aktivitas atau media pengembalian kemampuan

4. Alat yang digunakan
a. Gunting
b. Isolasi
c. Lidi
d. Pita jepang
e. Daun-daunan
f. Pita batang
5. Tujuan rehabilitasi
Mengembalikan individu berperan sebagai manusia normal, swasembada dan berguna
a. Pengembalian fungsi mental
1). Mengembangkan hubungan
2). Ekspresi emosi konstrukstif
3). Menggali kemampuan sesuai bakat atau kondisi
4). Pengumpulan data untuk terapi dan diagnosa
b. Pengembalian fungsi fisik
Mengembalikan fungsi dan ruang gerak sendi, otot dan koordinasi gerakan
c. ADL dengan atau tanpa alat bantu
d. Menyesuaikan diri klien dengan pekerjaan rutin di rumah
e. Toleransi kerja
f. Penjajakan kegiatan bagi klien
g. Penyaluran minat dan hobi

6. Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Terapi Okupasi
a. Gunting pita jepang sepanjang 10 cm
b. Lipatlah menjadi dua bagian tidak sama panjang
c. Guntinglah menjadi bagian-bagian kecil jangan sampai putus
d. Setelah kertas digunting semua, rentangkan isolasi untuk merekatkan kertas tersebut sebanyak 15 lembar, secara teratur dan rapi, jaga agar rekatan tersebut tidak terlepas
e. Hasil rekatan tersebut dililitkan pada sebuah lidi secara melingkar pada ujung lidi hingga membentuk bunga
f. Lidi dengan panjang 25 cm, dililitkan dengan pita batang, kemudian pasangkan daun pada batang/bunga yang telah dibuat
g. Kencangkan dengan menggunakan isolasi

7. Waktu pelaksanaan : 21 april 2006
TERAPI OKUPASI
Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa



OLEH:
Kelompok XII

Rika ariastuti (010301054)
Safrudin (010301055)
Vita wahyu lestari (010301063)
Wina Swita Dewi (010301064)
Yayu sunarlin (010301065)
Yuni susilowati (010301066)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN
2005